Baleg Minta Masukan Akademisi Terkait RUU Daerah Kepulauan
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengundang akademisi dari Universitas Pattimura Ambon, Maluku untuk mendapatkan masukan-masukan terkait dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Kepulauan.
Ke tiga para akademisi yamg hadir pada Selasa (29/11) adalah MG. Lailosa, Cak Saimina dan I. Leatemia dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Baleg Ida Fauziah.
RUU tentang Daerah Kepulauan termasuk salah satu RUU yang masuk dalam Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2011.
Sebelumnya, Baleg DPR telah mengadakan kunjungan kerja ke beberapa daerah kepulauan, salah satunya adalah ke Provinsi Maluku.
Beberapa masukan yang disampaikan saat pertemuan dengan Gubernur dan Badan Kerja Sama Provinsi Kepulauan diantaranya adalah perlunya RUU ini disinkronkan dengan peraturan perundang-undangan yang lain. RUU ini diharapkan dapat menganulir/membatalkan aturan-aturan lain yang bertentangan dengan RUU ini.
Masukan lain yang disampaikan, RUU ini harus mengatur secara tegas mengenai aturan mengenai pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) khususnya mengenai pengelolaan dan pemanfaatan SDA migas.
Dalam RUU ini, perlu dicantumkan mengenai perlakuan kekhususan yang diatur. baik untuk infrastruktur maupun untuk pengelolaan energi. Hal ini yang menyebabkan Provinsi Kepulauan khususnya Provinsi Maluku mengalami kemiskinan khususnya kemiskinan struktural karena tidak memiliki aturan dan peraturan yang jelas mengatur mengenai hal itu.
Selain itu, pengaturan khusus lainnya yang perlu diatur yaitu terkait dengan pengelolaan dan penyediaan transportasi (transportasi darat, laut dan udara) dan komunikasi.
Masukan lainnya yang disampaikan adalah, argumentasi filosofis dalam naskah akademis menggambarkan prinsip keadilan, namun hal ini belum tergambar dalam draf RUU.
Sementara masukan yang disampaikan dari Universitas Pattimura dan Universitas Darusalam diantaranya adalah pandangan filosofis dalam naskah RUU ini perlu mempertimbangkan pandangan kearifan lokal.
RUU ini juga perlu mengatur kewenangan-kewenangan khusus dan pola pembangunan ideal perlu dilakukan pembangunan terbalik, didahulukan pembangunan di daerah minus baru dilakukan daerah yang kaya.
Keterlibatan peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan mengatur hak partisipasi masyarakat, seperti hak untuk mengetahui, hak menyatakan pendapat, hak pengambilan keputusan dan hak pengawasan pembangunan.
Selain itu perlu diatur ketentuan penyelesaian sengketa, dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan pemerintahan dalam daerah-daerah kepulauan.
Menambahkan masukan-masukan yang telah disampaikan di Maluku, pada kesempatan kali ini, Lailosa mengatakan , menurutnya judul RUU ini cukup realistis bila ditinjau dari segi filosofis, sosiologis dan historisnya.
Dia meminta dalam RUU ini mengatur satu garis imajiner, prinsip wawasan nusantara harus dijunjung tinggi.
Dia juga berpendapat, draft naskah RUU tentang Daerah Kepulauan ini mayoritas sudah cukup mengakomodir kepentingan daerah kepulauan. Namun, perlu penambahan-penambahan substantif berkenaan dengan kewenangan pengaturan SDA.
Dia menyambut baik pembahasan RUU ini, mengingat Provinsi Maluku termasuk provinsi nomor tiga termiskin di seluruh Indonesia.
Daerah kepulauan juga mempunyai karakteristik berbeda dengan daerah-daerah lainnya. Luas daratan Maluku hanya 6,4% dan 93,6% wilayah laut. Di sini diperlukan pengaturan-pengaturan khusus karena banyaknyanya kendala-kendala yang dihadapi daerah kepulauan ini.
Sebagai contoh, pembangunan dapat terhenti hingga 6 sampai 7 bulan karena gelombang yang tinggi yang mengakibatkan kapal terhambat. Problem-problem yang terkait infrastruktur kelautan ini banyak menjadi kendala bagi daerah kepulauan. (tt)