RUU Daerah Kepulauan Perlu Pendalaman Lebih Jauh
Beberapa Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI berpandangan pembahasan Rancangan Undang-Undang Daerah Kepulauan yang sekarang dibahas Panitia Kerja (Panja) perlu dilakukan kajian yang mendalam dan menyeluruh.
Rancangan Undang-Undang ini, diharapkan mampu mendorong untuk melakukan akselerasi bagi pembangunan daerah kepulauan.
Demikian disampaikan Anggota Baleg Ali Wongso saat memberikan masukannya terkait dengan pembahasan RUU Daerah Kepulauan, Senin (13/2), di gedung DPR. Rapat yang dipimpin Wakil Ketua Baleg Ida Fauziah juga dihadiri dua perwakilan dari Badan Kerjasama Provinsi Kepulauan yakni Gubernur Kepulauan Riau dan Gubernur Maluku.
Ali Wongso mengatakan, dalam kenyataannya memang ada disparitas/perbedaan yang relatif menyolok antara daerah kepulauan dengan daerah yang bukan kepulauan. Walaupun diakui, banyak juga daerah-daerah yang bukan kepulauan kondisinya hampir sama dengan daerah kepulauan.
“Ini menjadi sebuah tantangan besar, bagaimana membuat UU ini supaya elegant menyelesikan persoalan daerah kepulauan ini tanpa menimbulkan persoalan baru,” kata Ali Wongso.
Karena jangan sampai, dengan perlakuan-perlakuan khusus ini, nantinya juga akan menimbulkan kecemburuan bagi daerah-daerah lainnya.
Dia menambahkan, jika pendekatan yang dilakukan melalui affirmative dengan program, hal ini pernah dicoba dan dilakukan. Tapi kalau pendekatan yang dilakukan lebih spesifik melalui pendekatan kuantitatif seperi halnya yang diberlakukan di Aceh dan Papua, tentunya membutuhkan kajian yang lebih mendalam.
Disinilah perlunya mengundang pihak-pihak terkait agar dapat memberikan masukan dan merespons keinginan dari para gubernur daerah kepulauan. Untuk itu dia mengusulkan, sebaiknya Baleg mengundang kementerian terkait seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Kelautan dan kementerian lainnya yang terkait untuk ikut mendengar dan memberikan masukan terkait pembahasan RUU tersebut.
Gubernur Maluku Karel Alberth Ralahalu yang mewakili Badan Kerjasama Provinsi Kepulauan menyampaikan, pada dasarnya perlakuan khusus terhadap Daerah kepulauan (Provinsi maupun Kabupaten/Kota) merupakan suatu proses perlakuan dalam kebijakan Pemerintah terhadap aktivitas penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang didasarkan pada karekteristik daerah kepulauan.
Pentingnya perlakuan khusus bagi daerah kepulauan ini mengingat karakteristik kepulauan yang begitu luas wilayah laut yang lebih besar dari wilayah darat, sehingga pulau-pulau kecil yang terpisah karena laut mendapatkan perlakuan sebagaimana daerah dengan karakteristik kontinental. Perlakuan khusus ini, kata Karel, difokuskan pada bidang-bidang vital pengorganisasian wilayah kepulauan.
Adapun perlakuan khusus yang perlu diberikan pada daerah kepulauan yaitu perlakuan khusus infrastruktur kelautan, perlakuan khusus perikanan dan kelautan, perlakuan khusus pendidikan dan kesehatan, perlakuan khusus kesatuan masyarakat hukum adat, perlakuan khusus kadasterisasi laut, luas wilayah laut dan kewenangan serta keuangan daerah.
Badan Kerjasama Provinsi Kepulauan berpendapat, rumusan perlakuan khusus pembangunan infrastruktur dalam RUU Daerah Kepulauan Pasal 22 sudah memenuhi harapan normatif adanya undang-undang ini, maupun harapan dan keinginan masyarakat pada daerah-daerah kepulauan.
Akan tetapi, katanya, perlu diingat bahwa infrastruktur kelautan yang baik dan berkualitas hendaknya diikuti dengan pembangunan infrastruktur daratan (jalan) dan udara (Bandar udara) yang berkualitas juga.
Perlakuan khusus perikanan dan kelautan mengingat daerah-daerah kepulauan memiliki karakteristik akuatik teresterial (laut lebih luas dari daratan). Seperti misalnya, Provinsi Maluku 92,6% wilayahnya laut, Provinsi Kepulauan Riau 96%, Provinsi Nusa Tenggara Timur 80,8%, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 79,9%, Provinsi Nusa Tenggara Barat 59,13%, Provinsi Sulawesi Utara 95,8% dan Provinsi Maluku Utara 69% wilayahnya laut.
Realitas karakteristik wilayah ini memastikan bahwa sumberdaya alam yang dominan adalah sumberdaya perikanan dan kelautan. Namun masalahnya, provinsi-provinsi kepulauan tersebut selama ini tidak mendapatkan manfaat secara langsung dari pengelolaan sumberdaya alam terutama perikanan.
Untuk itu, dibutuhkan pengaturan normatif untuk perlakuan khusus dengan rumusan norma, perhitungan dana bagi hasil bidang perikanan dan kelautan hendaknya memperhitungkan persentase tertentu untuk kekhususan daerah kepulauan.
Persentase tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat tersebut ditentukan berdasarkan ijin perikanan yang dikeluarkan Pemerintah. (tt) ry/parle