RUU Daerah Kepulauan Mengatur Secara Komprehensif
Rancangan Undang-Undang Daerah Kepulauan yang sekarang sedang dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI akan memuat secara komprehensif untuk memajukan daerah kepulauan sejajar dengan daerah-daerah lainnya di daratan.
RUU ini tidak hanya bicara tentang angka dalam arti anggaran yang akan dialokasikan untuk daerah kepulauan, tapi lebih jauh dari itu RUU ini juga menyangkut kepentingan seluruh masyarakat di daerah kepulauan baik pendidikannya, kesehatannya termasuk hukum adatnya.
Demikian disampaikan Anggota Baleg Alex Litaay saat rapat dengar pendapat dengan Perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Selasa (27/3), yang dipimpin Wakil Ketua Baleg Anna Mu’awanah.
Alex menyatakan hal ini terkait dengan apa yang disampaikan Perwakilan dari kedua kementerian yang menanyakan apakah RUU ini betul-betul diperlukan, mengingat sudah banyak regulasi-regulasi lain yang terkait dengan hal tersebut.
Zubaidi, wakil dari Kementerian Dalam Negeri mengatakan, dia sepakat untuk memperhatikan sungguh-sungguh tujuh provinsi daerah kepulauan. Namun dia mengingatkan telah banyak regulasi yang mengatur hal ini.
Jika hanya Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keluatan dan Perikanan saja yang duduk di sini, tentunya akan sulit. Dalam hal ini, perlu melibatkan Kementerian Keuangan dan kementerian terkait lainnya.
Bahkan Zubaidi mengusulkan dimasukkan dalam APBN saja, karena setiap tahun kita membahas APBN. “Kenapa tidak pada saat perumusan itu ada kesepakatan mengalokasikan untuk daerah kepulauan, tidak harus dalam bentuk perumusan UU,” katanya.
Menurutnya, ini perlu pertimbangan matang, karena kalau membuat UU, sudah banyak regulasi yang sudah ada. Dan dikhawatirkan jika UU ini terbentuk akan menimbulkan permasalahan baru.
Memang, katanya, untuk mengatur daerah kepulauan ini perlu politicall will yang sungguh-sungguh dan melibatkan sektor-sektor yang terkait. Masalahnya cukup ruwet tinggal bagaimana politicall will yang kita lakukan untuk mengangkat tujuh provinsi kepulauan dari ketertinggalannya.
Sementara Direktur Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan, Agus Dermawan mengatakan, kita perlu mencari keseimbangan dengan tidak mengesampingkan kewenangan yang bersifat berkeadilan.
Rumusan ini yang harus kita dudukkan dan kita cari. Kalau menambah kewenangan kelautan hanya di daerah kepulauan, tentunya hal ini akan mengundang kecemburuan bagi daerah lain yang memiliki laut akan menuntut hak yang sama.
Disinilah perlunya mencari formula yang pas untuk menseimbangkan hal itu. Apakah perlu melahirkan UU atau kalau menyangkut kewenangan apakah tidak bisa dikaitkan dalam perubahan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Menanggapi pernyataan dua nara sumber tadi, Alex menambahkan, hal itu pernah dicoba diperjuangkan masuk di APBN, tapi tidak pernah bisa masuk. Dalam hal ini, Pemerintah tidak punya goodwill, akhirnya yang terjadi negosiasi antara Pemerintah dengan DPR. Di sini tidak ada dasar hukumnya.
Kalau anggaran bagi daerah kepulauan ini masuk di APBN, tiap tahun akan terjadi perubahan. Padahal, kata Alex, kita menginginkan dana itu lestari. Namun ada affirmative action dalam satu kurun waktu tertentu yang pada akhirnya harus selesai.
“Affirmative action dalam artian sewaktu-waktu stop, kalau daerah-daerah tersebut sudah sama dengan daerah-daerah lain UU tersebut dicabut,” katanya.
Intinya, kata Alex, daerah kepulauan ini tidak mau diperlakukan sama dengan daratan, ada hal yang berbeda karena karakteristik daerahnya berbeda. Dan ini tidak cukup hanya dianggarkan di APBN saja, tapi harus dengan undang-undang.
Seusai mengundang dari dua kementerian, sore itu Badan Legislasi DPR juga mengundang perwakilan dari Kementerian Keuangan, Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional), dan Badan Kerjasama Provinsi.
Wakil Ketua Baleg Anna Mu’awanah mengatakan, Baleg memandang perlu untuk mengundang nara sumber tadi terkait dengan bagaimana cara penghitungan di dalam Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk provinsi-provinsi di kawasan kelautan.
Selain itu bagaimana perspektif pemerintah dalam mempercepat pembangunan daerah kepulauan dan bagaimana perencanaannya dalam mempercepat pembangunan daerah kepulauan.
Tentunya, kata Anna, masukan dari mitra-mitra tersebut sangat bermanfaat untuk menyempurnakan Bab mengenai pendanaan bagi percepatan pembangunan daerah kepulauan. (tt) foto:wy/parle