Komisi VIII Terima Aduan Umat Kaharingan
Komisi VIII DPR RI menerima pengaduan dari perwakilan Umat Kaharingan Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Mereka meminta agar DPR RI mendesak Kementerian Agama untuk meresmikan Agama Kaharingan menjadi salah satu agama yang diakui di Indonesia.
“Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2, bahwa Negara menjamin kebebasan setiap orang untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing, maka kami akan suarakan tuntutan ini kepada Kementerian Agama. Karena mereka menganggap selama ini mereka dipaksa untuk menganut agama Hindu, yang menurutnya jelas-jelas berbeda dari agama Kaharingan berdasarkankepercayaan yang diajarkan nenek moyang mereka,”jelas Sumarjati Arjoso, anggota komisi VIII dari Fraksi Gerindra yang memimpin rapat audiensi tersebut.
Perbedaan tersebut menurut Bambang selaku Ketua Majelis Kaharingan (MAKI) pusat tidak hanya dari ajarannya saja, bahkan kitab suci, rumah ibadah dan sebutan untuk Tuhan Kaharingan saja jelas berbeda dengan agama Hindu.
“Kami menyebut Tuhan kami dengan Ranying Hatara, kitab suci kami adalah Panaturan dan rumah ibadah kami adalah Balai Basarah. Namun sejak pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Agama No.203 tahun 1980 dimana Kaharingan disatukan menjadi agama Hindu, maka kami seolah dipaksa untuk menganut agama atau kepercayaan yang tidak sesuai dengan hati nurani kami,”ungkap Bambang.
Ironisnya, akibat tidak ingin mengikuti agama atau kepercayaan yang tidak sesuai dengan hati nuraninya tersebut, sebagian besar umat Kaharingan selama ini tidak memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk), dimana di dalamnya diharuskan mencantumkan agama yang dianut.
Ditambahkan Bambang, Kaharingan menjadi kepercayaan atau agama terbesar kedua di Kalimantan Tengah, untuk itu pihaknya meminta perhatian dari Pemerintah untuk ikut melakukan pembinaan dan pelayanan kepada umat Kaharingan, agar agama atau kepercayaan Kaharingan tidak menghilang.
Sementara itu diakui Sumarjati bahwa dirinya baru pertama kali mendengar kepercayaan atau agama Kaharingan. Walaupun sebenarnya umat Kaharingan pernah menyuarakan hal yang sama saat komisi VIII melakukan kunjungan ke Kalimantan Tengah pada tahun 2006, dimana ketika itu dirinya belum bernaung dalam komisi VIII. Namun Sumarjati berjanji akan membawa aduan dan tuntutan tersebut kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama.
“Mungkin salah satu solusinya adalah dengan mencantumkan Kaharingan menjadi kepercayaan di dalam KTP mereka. Karena kasihan juga jika mereka tidak memiliki KTP, artinya mereka tidak diakui pemerintah,”tegas Sumarjati. Meski begitu, Sumarjati akan tetap membicarakan hal tersebut kepada Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama, agar tidak terjadi konflik agama di daerah tersebut. (Ayu), foto: od/parle/hr.