Pendidikan Kedokteran Perlu Dipayungi UU

05-06-2013 / LAIN-LAIN

Beban biaya pendidikan kedokteran mendorong DPR untuk mengendalikannya dalam bentuk undang - undang. Ke depan, tak ada lagi hambatan bagi masyarakat untuk menjadi dokter yang menimba ilmu di pendidikan kedokteran.

"DPR akan terus membahas RUU Pendidikan Kedokteran yang sempat terhenti pada periode DPR tahun 2008," kata anggota Komisi X DPR RI, Jefirstson R. Riwu Kore dalam Forum Legislasi di Pers Room gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/6).

Forum itu juga menghadirkan pembicara Wakil Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia, Profesor Ilham Oetama Marsis dan pemerhati pendidikan, Dharmayuwati Pane.

Jefirstson R Riwu Kore menegaskan kalau RUU Pendidikan Kedokteran disahkan, maka nanti tidak ada lagi keluhan masyarakat tentang biaya pendidikan kedokteran yang mahal.

Lebih lanjut, katanya, RUU Pendidikan Kedokteran akan bersifat khusus dalam UU sistem pendidikan nasional dan pendidikan tinggi. Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan kedokteran tetap berlaku, selama tidak bertabrakan dengan UU yang sudah ada.

"Selama tidak bertentangan dan belum diganti dengan ketentuan UU baru berdasarkan UU Pendidikan Kedokteran jika nanti disahkan," ujar Jefirstson.

Ilham meminta agar RUU ini memuat sistem pendidikan dan pembiayaannya sampai ke tingkat masyarakat terpencil. Ia menyontohkan responsif pemerintah Muangthai dan Vietnam. Pemerintahnya sangat serius terhadap program pendidikan kedokteran dan kesehatan masyarakat, maka dalam waktu singkat langkah itu bisa mengurangi angka kematian penduduk secara signifikan.

"Jadi, kalau pemerintah mengelola dengan baik, melakukan singkronisasi dengan UU terkait, pembiayaan, dan distrubusi dokter ke seluruh Indonesia, maka tak akan terjadi karut-marut," ujar dia.

Dharmayuwati menyontohkan negara Jerman, yang serius memperhatikan kesehatan dan pendidikan kedokteran rakyatnya. Jerman mengalokasikan anggaran sebesar 20 persen untuk pendidikan. Sementara untuk bidang kesehatan, Jerman mengalokasikan 15 persen dari APBN.

Bisa digambarkan, rumah sakit pemerintah di Jerman, Muangthai dan Vietnam lebih baik pelayanan dan fasilitasnya dibandingkan rumah sakit swasta. Bukan sebaliknya, seperti terjadi di Indonesia. Pelayanan dan fasilitas rumah sakit swasta jauh lebih baik dibandingkan rumah sakit pemerintah.

Dharmayuwati mendesak pemerintah dan DPR untuk lebih mengakomodir masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik di rumah sakit pemerintah. "Jadi, pemerintah dan DPR harus mengakomodir aspirasi rakyat karena rakyatlah yang merasakan," kata dia.(as)/foto:odjie/parle/iw.

BERITA TERKAIT
Langit Jakarta Berpijar: Harapan Baru di Awal 2025
01-01-2025 / LAIN-LAIN
PARLEMENTARIA, Jakarta - Langit Jakarta berpendar dengan kilauan kembang api, menandai berakhirnya tahun 2024 dan menyambut datangnya tahun 2025. Di...
Pentingnya Pembangunan Inklusif Bagi Pemuda untuk Wujudkan Indonesia Emas 2045
30-12-2024 / LAIN-LAIN
PARLEMENTARIA, Jakarta – Hari kedua pelaksanaan Indonesian Opinion Festival (IOF) 2024 di Kompleks Parlemen, Senayan, kembali diramaikan dengan berbagai sesi...
Keterlibatan Teman-Teman Tunarungu dalam Indonesia Opinion Festival (IOF) Ke-4: Langkah Menuju Keterbukaan dan Kesetaraan
30-12-2024 / LAIN-LAIN
PARLEMENTARIA, Jakarta – Indonesia Opinion Festival (IOF) ke-4 yang berlangsung pada 29-30 Desember 2024 di Kompleks DPR RI menjadi momen...
Fikri Faqih Dorong Gerakan Literasi Madrasah, Apresiasi Buku
30-12-2024 / LAIN-LAIN
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VIII DPR RI, Abdul Fikri Faqih, memberikan apresiasi terhadap peluncuran buku "Belajar Kepada Muridnya" karya...