DPR Usulkan Judul RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Diubah
[Anggota Komisi VIII DPR RI, Itet Trijayati Sumarijanto (F-PDI Perjuangan)/Foto:Arief/Iw}
Anggota Komisi VIII DPR RI Itet Trijayati Sumarijanto mengusulkan judul RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) diubah. Adanya kata kekerasan, bisa dipleset-plesetkan. “Mengapa harus berhubungan dengan kata seksual, karena itu mestinya kata itu juga dihapus karena kejahatan ada sisi fisik dan psikologis. Kalau menyangkut fisik tidak hanya seks saja, bisa ditampar pipinya, dipukul perutnya,” ungkap Itet dalam RDPU Komisi VIII dengan Ormas Aku Cinta Keluarga (ALIA) dan Wanita Hindu Darma di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (31/1/2018).
RDPU yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang didampingi Ketua Komisi VIII Ali Taher dan Wakil Ketua Noor Achmad, adalah dalam rangka menyerap masukan bagi pembahasan RUU PKS, sejumlah anggota Komisi juga menyatakan persetujuannya untuk mengubah judul RUU tersebut.
Menurut Itet, dikaitkan dengan judul RUU, itulah yang sering menimpa kaum perempuan dan anak-anak. “Jadi saya setuju judul diubah sehingga lebih luwes meliputi aspek psikis, psokologis dan fisik,” tambahnya.
Politisi PDI Perjuangan ini juga menekankan tidak perlu membanding-bandingkan dengan negara barat, karena sistem pemerintahan dan hukumnya berbeda-beda, ada yang melegalkan LGBT dan juga ada yang melarang. Karena itu dalam penyusunan RUU kita tetap berpedoman pada nilai-nilai luhur Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia.
Anggota Komisi VIII Samsu Niang mengapresiasi masukan dari Wanita Hindu Darma dan Aliansi Cinta Keluarga (AILA) untuk pembahasan RUU PKS ini sehingga menghasilkan UU yang komprehensif. “Kalau boleh RUU sempurna baru kita sahkan. Ini masukan bagus, maka Panja RUU PKS akan mengakomodir aspirasi yang disampaikan,” ujarnya dengan menambahkan UU yang dihasilkan bisa diterima semua orang, langgeng dan tidak ada perdebatan di masa mendatang.
AILA dalam paparannya mengkritik naskah RUU PKS karena ditemukan sejumlah ketidakcocokan dan ketidakjelasan makna maupun tujuan dari sejumlah pasal. Untuk itu dia minta Komisi VIII dapat mengkaji secara mendalam dengan penuh kehati-hatian.
Ormas ini menegaskan, kata-kata multitafsir seperti Kekerasan Seksual, tidak layak digunakan sebagai judul sebuah RUU. Karena itu AILA berharap judul RUU diganti menjadi RUU Kejahatan Seksual atau Kejahatan Kesusilaan, agar selaras dengan KUHP dan RUU KUHP karena delik kejahatan seksual sudah menjadi delik yang dikenal dalam konsep hukum pidana di Indonesia. (mp/sc)