- RUU Kehutanan adalah RUU usul Pemerintah dan sebagai perubahan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.
- Bahwa hutan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa merupakan kekayaan alam yang memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal dan lestari untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang. Hutan sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, cenderung menurun kondisinya, oleh karena itu keberadaannya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara bijaksana, terbuka, profesional, serta bertanggung-gugat. Pengurusan hutan yang berkelanjutan dan berwawasan mendunia, harus menampung dinamika aspirasi dan peran serta masyarakat, adat dan budaya, serta tata nilai masyarakat yang berdasarkan pada norma hukum nasional. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip penguasaan dan pengurusan hutan, dan tuntutan perkembangan keadaan, sehingga perlu diganti.
- Dasar hukum undang-undang ini adalah : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945; Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang; Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
- Dalam Undang-Undang ini diatur tentang : Hutan dan kehutanan, termasuk sebagian menyangkut konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pengawasan kehutanan. Masyarakat dan atau perorangan berperan serta dalam pengawasan pelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung sehingga masyarakat dapat mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan dan informasi kehutanan; dan ketentuan pidana, ganti rugi, sanksi administrasi, dan penyelesaian sengketa terhadap setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum di bidang kehutanan. Dengan sanksi pidana dan administrasi yang besar diharapkan akan menimbulkan efek jera bagi pelanggar hukum di bidang kehutanan. Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu yang lingkup dan tanggung jawabnya meliputi pengurusan hutan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
- RUU Kehutanan ini disahkan pada tanggal 30 September 1999.