Politik Pertanahan Belum Bersinergi
Anggota Komisi II Agun Gunanjar Sudarsa (F-PG) menilai politik pertanahan yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional (BPN) belum bersinergi dengan keadaan geografis Indonesia. hal itu diungkapnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II dengan Kepala BPN Djoyo Winoto yang dipimpin Ketua Komisi Burhanuddin Napitupulu, Selasa (1/12).
Menurut Agun, politik pertanahan dapat bersinergi dengan kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas kepaulauan. Dua per tiga dari wilayah Indonesia merupakan lautan.
”Politik pertanahan dapat bersinergi dengan kelautan,” katanya.
Bersinerginya politik pertanahan juga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. ”Politik pertanahan sebagai solusi memanfaatkan sumber daya untuk kesejahteraan,” ujarnya.
Sementara itu Yassona H Laoly (F-PDI Perjuangan) dalam pertemuan itu berharap ada sebuah payung hukum pertanahan dalam konteks payung hukum yang besar. Menurutnya sampai saat ini masih ada ego dari sejumlah sektor sehingga payung hukum yang dibuat terkesan tidak mengindahkan sektor lain.
”BPN harus mencoba terobosan yang cerdas untuk solusi pertanahan,” katanya.
Abdul Gafar Patappe (F-PD) menilai BPN merupakan pusat pelayanan yang paling menyentuh masyarakat. Untuk itu ia meminta supaya institusi tersebut memperbaiki kinerjanya.
”Pelayanannya diperbaiki,” katanya.
Persoalan peruntukan penggunaan tanah juga menjadi sorotan Anggota Komisi II dari F-PDI Perjuangan Irvansyah yang meminta supaya BPN dapat lebih jelas mensosialisasikan.
Ia mencontohkan tanah di sepanjang Jalan Pangeran Antasari yang dilarang digunakan untuk usaha. Menurutnya hal ini sangat memberatkan masyarakat karena sebagian besar usaha itu dilakukan masyarakat setempat dengan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup banyak. Namun, menurutnya hal itu tidak berlaku bagi sebuah rumah sakit yang juga berdiri di wilayah itu namun tidak disegel.
”Penggunaan lahan tanah, peruntukannya tidak pernah disosialisasikan,” katanya.
Lebih jauh, Irvansyah meminta supaya BPN dapat menmbuat konsep penyelesaian sejumlah konflik atau sengketa tanah yang terjadi di masyarakat. ”Konsep penyelesaian agar tidak muncul konflik atau sengketa tanah,” ujarnya.
Sementara itu dalam pertemuan itu Kepala BPN Djoyo Winoto menjelaskan tanah terlantar saat ini ada 7,3 juta hektar dimana mempunyai potensi kerugian hingga 54,5 triliun per tahun dengan kerugian total 634,4 triliun.
Guna menyelesaikan tanah terlantar tersebut, BPN menjalankan strategi dengan menertibkan tanah terlantar dan dijadikan sebagai bagian dari obyek reforma agraria.
Persoalan penanganan sengketa tanah juga di jelaskan Djoyo. Menurut Kepala BPN total sengketa tahun 2008 sejumlah 7.491 dengan total luas 608.000 hektar dan potensi kerugian negara 491 triliun per lima tahun.
Sementara itu untuk penyelesaian sengketa tanah tahun 2008, BPN telah menyelsaikan sejumlah 1.778 kasus. (bs)