Komisi I Mitra LSF, Bukan Ingin Kembali Represif

15-04-2015 / KOMISI I

Keputusan menjadikan Lembaga Sensor Film (LSF) sebagai mitra Komisi I DPR yang banyak bergelut dengan isu pertahanan dan keamanan bukan berarti mendorong hadirnya kembali era represif. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong film sebagai media untuk membangun image bangsa yang lebih baik di luar negeri.

"Komisi I ini jangan dilihat dari sisi panser, alutsista dan aspek pertahanan semata. Kita ingin LSF nantinya dikawal oleh orang-orang dengan beragam latar belakang mumpuni yang kemudian mendorong film sebagai alat propaganda, mengawal kedaulatan dan image bangsa," kata Wakil Ketua Komisi I Tantowi Yahya dalam RDPU dengan insan film dari berbagai organisasi di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Selasa (13/4/15).

Ia menyebut keberhasilan sejumlah negara seperti Korea, Jepang, Tiongkok, Thailand yang bahkan dengan film mampu mempengaruhi budaya dan kedaulatan bangsa lain. "Perfilman mereka bisa maju karena ada keberpihakan pemerintah dalam berbagai bidang, pajak ringan bahkan nol, membangun fasilitas berstandar Internasional. Pada akhirnya film mereka bisa mempengaruhi budaya bangsa lain," papar dia.

Bicara pada kesempatan yang sama anggota Komisi I dari FP Gerindra El Nino M Husein Mohi menekankan media film paling powerfull dalam membentuk budaya. Bahkan untuk menghancurkan satu negara saat ini tidak perlu dengan perang terbuka mengerahkan pasukan tetapi cukup dengan menghancurkan ideologi diantaranya dengan film.

"Itulah yang muncul sekarang dan kita ingin film kita bisa berpengaruh. Contoh paling aktual misalnya bagaimana film Ipin dan Upin dari Malaysia bisa merasuki anak-anak bangsa," tandasnya wakil rakyat dari Gorontalo ini.

Sebelumnya dalam aspirasinya Nia Dinata mewakili Indonesian Film Director Club sempat mempertanyakan mengapa LSF harus menjadi mitra Komisi Pertahanan. Ia menyebut hal ini bisa membuka trauma lama di era represif orde baru ketika setiap skrip film harus diperiksa terlebih dahulu sebelum memasuki tahap sensor.

Ia juga mengusulkan keberadaan LSF diubah bukan lagi melakukan sensor tapi cukup klasifikasi. "Tidak perlu lagi ada penyensoran karena ini menghambat daya kreasi, yang paling penting sekarang adalah pengklasifikasian film. Kemudian penonton diatur memilih film yang sesuai klasifikasinya," tandas dia.

Pertemuan diikuti leh organisasi film diantaranya Parfi, BPI, PPFI dan Inpas. Hampir semua perwakilan insan film meminta Komisi I segera melakukan penyegaran terhadap 17 anggota LSF yang dinilai sudah terlalu lama bahkan ada yang sudah lebih dari 10 tahun menempati posisinya. (iky)/foto:iwan armanias/parle/iw.

 

 

BERITA TERKAIT
Indonesia Masuk BRICS, Budi Djiwandono: Wujud Sejati Politik Bebas Aktif
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Budisatrio Djiwandono menyambut baik masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS. Budi juga...
Habib Idrus: Indonesia dan BRICS, Peluang Strategis untuk Posisi Global yang Lebih Kuat
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keanggotaan penuh Indonesia dalam aliansi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) menjadi isu strategis yang...
Amelia Anggraini Dorong Evaluasi Penggunaan Senjata Api oleh Anggota TNI
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mendorong evaluasi menyeluruh penggunaan senjata api (senpi) di lingkungan TNI....
Oleh Soleh Apresiasi Gerak Cepat Danpuspolmal Soal Penetapan Tersangka Pembunuhan Bos Rental
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Tiga anggotaTNI Angkatan Laut (AL) diduga terlibat dalampenembakan bos rental mobil berinisial IAR di Rest Area KM...