PARLEMEN BERPERAN DALAM MENGAWAL DEMOKRASI
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, parlemen mempunyai peran yang besar dalam mengawal demokrasi dan menjadikannya tumbuh dan semakin peka terhadap realitas nasional, regional maupun global. Demikian disampaikan Presiden saat membuka Sidang Parlemen Asia ke-4, di Gedung Merdeka, Bandung, Selasa (8/12).
Presiden mengatakan, ada tiga pilar utama demokrasi yang harus diperkuat, dipelihara dan ditumbuhkembangkan. Ke tiga pilar tersebut adalah penegakan hukum yang efektif, pendidikan yang menyeluruh, dan peningkatan taraf hidup masyarakat.
Disisi lain, katanya, parlemen sebuah kelembagaan politik yang merupakan hasil dari proses demokrasi. Oleh karena itu, tentu ada hubungan yang sangat erat antara pengembangan parlemen dan pengembangan demokrasi.
Namun demikian, perlu dipahami bahwa pengembangan demokrasi di tiap Negara tentu berbeda, karena mengikuti corak budaya, tradisi dan latar belakang sejarah, serta hal-hal khas lainnya dari Negara masing-masing. Oleh karena itu, Asian Parliamentary Assembly ini harus terus memahami keunikan corak demokrasi dari Negara-negara anggotanya.
Yudhoyono menambahkan, tidak boleh ada satupun pemerintahan yang memaksakan keseragaman bagi warganya. Sebaliknya, pemerintah harus menjadikan keberagaman itu sebagai sebuah sumber kekuatan.
Pemerintah dalam hal ini, harus terus menghargai pluralisme, perbedaan opini dan kepercayaan dari para warga negaranya.
Presiden berharap, di benua yang sangat kaya akan keragaman seperti Asia, dengan keragaman budaya Negara-negaranya, maka parlemen Asia harus terus bekerjasama untuk meningkatkan penghargaan atas keragaman ini.
Sebagai organisasi regional para law-makers di Asia, peran Asian Parliamentary Assembly tentu tidak hanya mendorong penguatan demokrasi di kawasan, tetapi juga menjamin bahwa demokrasi dapat membantu menghasilkan perdamaian, kesejahteraan dan kemajuan.
Presiden berpendapat, kunci dari masa depan Asia yang damai dan sejahtera terletak pada kapasitas kita untuk membangun dan menyebarkan soft power. Apabila abad 21 dapat dijadikan sebagai abad soft power, maka kita akan dapat mewujudkan suatu Asia yang berbeda. Yakni, Asia yang yang penuh jaringan kemitraan dan toleransi, Asia yang damai sejahtera, Asia yang menjadi poros pertumbuhan dunia. “Kesemuanya ini parlemen memainkan peran yang sangat strategis,” kata Presiden.
Di abad 21 nantinya, tambahnya, kita harus bisa beradaptasi dengan arus perubahan zaman yang begitu dahsyat. Apakah itu demokrasi, pembangunan, maupun keamanan. Kita harus bersikap terbuka dan menyesuaikan diri dengan dinamika dunia yang terus berubah.
Apapun langkah yang ditempuh, katanya, parlemen maupun pemerintahan harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam menyongsong masa depan. “Jangan pernah melupakan bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan,” katanya.
Tidak ada program pembangunan yang akan berhasil kalau tidak mengakar di rakyat. Sebaliknya, segala upaya yang mencerminkan aspirasi rakyat pasti berhasil, sekalipun tantangan silih berganti.
Pada kesempatan tersebut, Presiden juga mengingatkan masalah besar yang sedang menghadang yaitu masalah perubahan iklim. Masalah yang lebih dikenal COP-15 ini akan dibahas di Copenhagen Denmark dan perundingan ini harus membuahkan suatu konsensius global yang lebih efektif dari Protokol Kyoto, untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dunia.
Karenanya, kata Yudhoyono, Sidang Parlemen Asia yang mewakili rakyat Asia diharapkan dapat turut mendorong dan mensukseskan Konferensi Kopenhagen yang akan datang dan ikut menjaga kesepakatan yang akan dilahirkan nantinya.
Sebelum mengakhiri sambutannya, Presiden juga berharap Sidang Parlemen Asia akan membuahkan hasil bagi kerja sama antar parlemen se-Asia dan bagi kemajuan bangsa-bangsa di kawasan ini bahkan bagi dunia. (tt,nt,si)