Pengawasan Bandara-bandara Papua Supaya Ditingkatkan
“Dulu ada peraturan presiden tentang struktur KNKT, tapi sampai sekarang ini belum dilantik-lantik. Apakah ini agar KNKT tetap di bawah Kemenhub? Maka hasil temuan KNKT dari kotak hitam sampai saat ini tidak bisa diimplementasikan. Karena itu, Komisi V DPR RI akan mempertanyakan kinerja dan pertanggungjawaban dari KNKT itu,” tegas Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemy Prancis dalam dialektika demokrasi ‘Penerbangan Udara Di Papua’ bersama Suharto AM, pakar transportasi udara dari Universitas Trisakti di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (20/8).
Namun demikian DPR RI mengapresiasi Timsar Gabungan, yang telah berhasil mengevakuasi korban kurang dari 48 jam, menemukan kotak hitam, mengidentifikasi, diharapkan KNKT mampu mengungkap penyebab jatuhnya peswat Trigana Air dan menyelesaikan 9 manifest (nama-nama yang berbeda dengan yang tertera di tiket penerbangan).
Khusus untuk bandara-bandara di Papua, Fary Djemy meminta agar pengawasan dan pengamanannya ditingkatkan secara menyeluruh. Baik dari instrumen, radar, dan sebagainya mengingat tingkat kecelakaan pesawat di Papua tergolong tinggi.
Suharto menyatakan hal yang sama jika Indonesia harus perkuat penerbangan di dalam negeri atau domestik. Sebab, transportasi udara menjadi tulang punggung dalam perekonomian dan pembangunan. “Khususnya di Papua, agar tidak terjadi ketimpangan, meski perlu juga mempertimbangkan transportasi darat dan laut,” ujarnya.
Mengapa? Dari 245 juta penduduk Indonesia, ternyata yang naik pesawat belum 10 persennya. Asumsinya versi Inaka seseorang baru 7 kali setiap tahunnya naik pesawat. Tapi, yang moderat adalah 4 kali dalam satu tahun. “Indonesia ini potensi besar dan dunia mengincar pasar Indonesia. Apalagi, kelas menengah kita sudah mencapai 120 juta orang (2010) yang pengeluarannya 2 – 10 dollar AS,” tambah Suharto.
Karena itu, kita harus memperkuat transportasi penerbangan domestik dari semua aspek: infrastruktur, SDM, operator, regulator, dan sebagainya baru bisa bersaing dengan dunia internasional. Di Papua sebagai bandara perintis, seharusnya infrastrukturnya ditingkatkan. Sebab, masih ada landasan yang bolong-bolong, banyak binatang, dan lain-lain.
Menurut Suharto, tingkat kecelakaan pesawat di Indonesia masuk kategori II, sama seperti Nigeria, Ethiofia, Guyana, maka pemerintah harus menyiapkan infrastruktur dan termasuk pilot yang membutuhkan biaya untuk menjadi seorang pilot sebesar Rp 1 miliar. Karena itu, KNKT sesuai dengan UU No.1 tahun 2009 tentang keselamatan penerbangan, KNKT itu harus independen. “Sebab, KNKT itu menjadi indikator dari kinerja Menhub RI,” ungkapnya.(nt/sc), foto : dok.daridulu/parle/hr