Gabung TPP, Pemerintah Dinilai Salah Jalan

29-10-2015 / KOMISI VI

Keputusan Presiden Joko Widodo untuk bergabung dengan kerja sama ekonomi Trans-Pasifik (Trans-Pacific Partnership) dinilai sebagai kebijakan yang salah jalan. Langkah itu jelas bertentangan dengan semangat ekonomi kerakyatan yang selama ini diusungnya.

 

"Bergabung dalam TPP sama halnya dengan melayani kepentingan korporasi besar dan orang-orang kaya. Jokowi sepertinya telah lupa dengan jalan kerakyatan yang selama ini dikobarkan," kata Wakil Ketua Komisi VI Heri Gunawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (29/10/15).

 

Lebih lanjut menurutnya niat Jokowi untuk bergabung dalam TPP dapat mengancam kepentingan nasional. Bagaimana tidak? Untuk diketahui, TPP—sebelumnya bernama Trans-Pacific Strategic Economic Partnership (TPSE)—adalah skema liberalisasi perdagangan barang dan jasa yang komprehensif, terjadwal, dan mengikat. Bahkan, TPP disebut-sebut lebih progresif karena mencakup isu-isu WTO-Plus.

 

Dengan bergabung ke TPP lanjut politisi FP Gerindra ini, Indonesia akan diikat dengan kewajiban mereduksi tarifnya hingga mencapai 0 persen pada semua pos tarif di semua sektor, termasuk sektor sensitif seperti kesehatan, asuransi, dan jasa keuangan. Indonesia juga wajib menerapkan kebijakan pengurangan biaya transaksi perdagangan, kebijakan kompetisi, government procurement, Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan kebijakan investasi.

 

TPP juga dipandang luas sebagai alat politik dan ekonomi AS. Bahkan, dalam draft rahasia TPP yang pernah bocor ke publik tahun 2013, disebutkan bahwa TPP tidak lain merupakan kontrol korporasi atas berbagai sektor kehidupan manusia.


 
"Tidak berlebihan kalau banyak pihak menyebut bahwa dukungan Jokowi untuk bergabung dalam TPP adalah kemenangan politik dan ekonomi Obama dan AS. TPP akan menjadi jalan masuk ke akses pasar yang lebih luas seperti Indonesia yang menjanjikan keuntungan yang besar di tengah terpuruknya ekonomi AS dan Eropa," tutur dia. 


 
Pada bagian lain wakil rakyat dari dapil Jabar IV ini menyebut TPP tidak senafas dengan prinsip “sentralisasi ASEAN” yang selama ini menjadi pijakan politik luar negeri Indonesia untuk menjadikan ASEAN sebagai sebagai basis kelembagaan dari semua bentuk kerjasama regional.


 
Keputusan ini juga berarti membuka pintu secara lebar-lebar bagi masuknya gempuran asing di tengah melemahnya daya saing ekonomi nasional secara umum dan banyaknya kelemahan-kelemahan dalam ekonomi domestik yang harus lebih dahulu dibenahi.


 
"Hal yang tidak kalah penting mengecilnya kesempatan bagi pengusaha nasional, pengusaha di daerah, pemerintah daerah dan masyarakat secara umum untuk terlibat dalam pembangunan nasional," tegas Heri.


 
Sebagai pemimpin bangsa yang besar, sudah semestinya Presiden Jokowi berperan sebagai pelopor usaha dan kerja sama regional, dan bukan sebagai pengikut. Indonesia harus memelopori usaha yang mengarahkan negara-negara anggota ASEAN dan Asia Timur untuk lebih fokus pada upaya-upaya kerjasama ekonomi dalam kerangka ASEAN, dengan berpijak pada prinsip “sentralitas ASEAN” yang secara eksplisit tercantum dalam Piagam ASEAN dan menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia. (spy/iky) foto: andri/parle/ky

BERITA TERKAIT
Asep Wahyuwijaya Sepakat Perampingan BUMN Demi Bangun Iklim Bisnis Produktif
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana akan melakukan rasionalisasi BUMN pada tahun 2025. Salah...
147 Aset Senilai Rp3,32 T Raib, Komisi VI Segera Panggil Pimpinan ID FOOD
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan raibnya 147 aset BUMN ID Food senilai Rp3,32 triliun. Menanggapi laporan tersebut,...
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...