Komisi VII Minta Nuklir Dijadikan KEN
Komisis VII DPR meminta kepada Dewan Energi Nasional (DEN) dapat menjadikan nuklir sebagai salah satu Kebijakan Energi Nasional (KEN), guna mengatasi keterbatasan energi fosil.
Permintaan ini disampaikan saat Komisi VII dipimpin Wakil Ketua Komisi, Effendy Simbolon (Fraksi PDIP) RDP dengan Ketua Harian DEN yang juga merupakan Menteri ESDM, Darwin Saleh Zahedi, di Gedung Nusantara I DPR, Rabu (20/11)
"Kalau gas terbatas, minyak juga terbatas, bagaimana solusinya. Mengapa DEN tidak berani menggunakan energi nuklir untuk pembangkit listrik," tanya anggota Komisi VII S. W Yudha (Fraksi PG)
Menurutnya permasalahan nuklir bukan lagi soal keamanan, banyak pihak telah meyakinkan yang suhanya menyangkut soal sosialisasi kepada masyarakat. "Jadi DEN harus tegas. Tolong jadikan PLTN konsen untuk membuat terobosan,"katanya
"Saya dukung pembangkit listrik tenaga nuklir. Ini cuma masalah sosialisasi. Kalau tidak dimulai dari sekarang kapan,"tukasnya menambahkan
Pendapat senada dikemukakan Anggota Komisi VII Sutan Bhatoegana (Fraksi PD). Menurutnya, penggunaan energi nuklir adalah suatu keharusan. "Sudah saatnya kita mulai menggunakan energi nuklir karena energi fosil makin lama makin habis. Hanya perlu sosialisasi yang baik saja," kata Sutan
keberanian DEN juga dipertanyakan Anggota Komisi VII lainnya. Asfihani (Fraksi PD) dengan tegas menyatakan kesiapan Kalimantan untuk dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)
Menanggapi pernyataan tersebut, Ketua Harian DEN Darwin Saleh Zahedi menyatakan pihaknya menerima semua masukan dari Komisi VII dan akan segera ditinjau kemungkinan untuk direalisasikan.
Pada kesempatan itu, Darwin mengungkapkan berbagai permasalahan energi diantaranya lebih banyak energi yang diekspor dibandingkan untuk pemenuhan kebutuhan domestik, alokasi dana investasi untuk meningkatkan cadangan energi masih rendah, bauran energi belim optimal, harga energi belum berdasarkan keekonomian.
Selain itu, katanya penggunaan energi tidak efisien sebagian besar untuk konsumtif serta infrastruktur energi belum memadai, pasokan gas dan listrik masih kurang, maupun tingkat produksi minyak bumi menurun juga merupakan permasalahan energi.
Tingkat akuransi, sistem dan waktu pelaporan data masih lemah, penerimaan devisa dari sector energi untuk pengembangan sector energi masih rendah serta pelestarian lingkungan hidup belum menjadi perioritas.
Terkait permasalahan ekspor energi, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldi Dalimi mengatakan, DEN tengah merumuskan rekomendasi yang berisi usulan penghentian ekspor batubara secara bertahap guna lebih memperkuat ketahanan energi nasional.
Usulan itu, kata dia dengan pertimbangan produk batubara sebaiknya disimpan sebagai cadangan energi masa depan. "Saat ini, rekomendasi itu sedang kami diskusikan baik strategi dan untung atau ruginya. Kami harapkan sudah keluar bulan Februari ini," katanya.
Menurut dia, penyimpangan batubara sebagai energi masa depan akan memberikan keuntungan maksimal bagi negara karena harga batubara akan semakin mahal. Untuk itu kalau hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka tingkat produksi saat ini yang mencapai 250 juta ton per tahun, baru akan mencapai titik impas 20-30 tahun lagi. "Sementara, harga batubara 30 tahun kemudian, tentunya akan makin mahal," ujarnya.
Rinaldi menambahkan, penghentian ekspor batubara juga akan menjamin pemenuhan kebutuhan di dalam negeri. "Jangan lagi pasokan batubara ke dalam negeri terganggu karena ekspor," lanjutnya. (sw)