Perbankan Nasional dan Asing Perlu Kesetaraan

26-01-2016 / KOMISI XI

Menyusul Protokol VI yang akan diratifikasi oleh negara-negara di kawasan ASEAN menyangkut masuknya perbankan asing ke Indonesia dan sebaliknya, perlu ada kesetaraan perlakuan dari  masing-masing negara untuk saling membuka cabang perbankannya.

Komisi XI DPR RI sudah bersikap, agar ratifikasi Protokol ini diterjemahkan dalam bentuk UU, bukan Peraturan Presiden (Perpres) seperti diusulkan pemerintah. Anggota Komisi XI DPR Amir Uskara menegaskan hal tersebut sebelum mengikuti Rapat Paripurna DPR, Selasa (26/1). Menurut Amir, ratifikasi Protokol VI di bidang jasa keuangan ini, sangat berdampak bagi masyarakat luas di Tanah Air. Untuk itu, persetujuan ratifikasinya harus dalam bentuk UU.

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu, Komisi XI DPR sudah mengundang pemerintah untuk menjelaskan usulan ratifikasi protokol ini. Protokol I-V sudah diratifikasi dengan Kepres. Sementara Protokol VI merupakan paket komitmen keenam di bidang jasa keuangan dalam persetujuan kerangka kerja ASEAN. Pemerintah ingin minta izin DPR untuk meratifikasinya.

Dalam Protokol VI ditambahkan Kota Makasar yang bisa menerima perwakilan cabang bank asing. Dari 11 kota di Indonesia yang tersedia, bank asing hanya boleh membuka cabangnya di dua kota. Jadi, bank asing harus memilih dua kota saja dari 11 kota di Indonesia.

Politisi PPP itu, menilai, belum ada kesetaraan pembukaan jasa keuangan di setiap negara ASEAN. Bank dari Indonesia belum banyak diterima atau setidaknya masih terlalu sedikit cabangnya di negara-negara peratifikasi protokol ini. Sementara CIMB, bank asal Malaysia sudah cukup banyak di Tanah Air.

Yang juga menjadi kritik tajam Komisi XI adalah kata “liberalisasi” dalam protokol tersebut. Dikatakan Amir, kata ini sangat mengganggu prinsip ekonomi Indonesia. Untuk itu, Komisi XI meminta kepada pemerintah untuk merubah redaksi kata tersebut dalam Protokol VI.

Saat protokol ini dituangkan dalam UU, maka pemerintah dan DPR akan merumuskan bersama-sama. “Itu sangat bertentangan dengan prinsip ekonomi kita. Justru kita menolak secara halus supaya sesuai UU. Kata liberalisasi harus kita perbaiki sama-sama,” ujar Amir lagi. (mh), foto : jaka/parle/hr.

BERITA TERKAIT
Fathi Apresiasi Keberhasilan Indonesia Bergabung dalam BRICS, Sebut Langkah Strategis untuk Perekonomian Nasional
08-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi, menyampaikan apresiasi atas pengumuman resmi yang menyatakan Indonesia sebagai anggota penuh...
Perusahaan Retail Terlanjur Pungut PPN 12 Persen, Komisi XI Rencanakan Panggil Kemenkeu
05-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menegaskan pihaknya dalam waktu dekat akan memanggil jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu)...
Edukasi Pasar Modal Sejak Dini Dapat Meningkatkan Literasi Keuangan Generasi Muda
04-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi menyambut baik usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menginginkan edukasi...
Anis Byarwati Apresiasi Program Quick Win Prabowo: Potensi Kebocoran Anggaran Harus Diminimalisasi
25-12-2024 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menyatakan apresiasi dan dukungannya terhadap komitmen Presiden Prabowo untuk menjadikan...