Komisi VI Undang Pakar Ekonomi Bahas RUU BUMN
Komisi VI DPR-RI menggelar rapat bersama pakar ekonomi Ichsanuddin Noorsy, di ruang Rapat Komisi VI Gedung Nusantara I, Kamis, (28/01) membahas tentang paradigma dasar RUU Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Ketua Komisi VI DPR-RI Hafisz Tohir mengungkapkan bahwa pengawasan terhadap jalannya kerja BUMN masih membutuhkan regulasi yang jelas, oleh sebab itu Komisi VI menggundang Pakar Ekonomi yang konsen terhadap kajian BUMN untuk memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan.
"Kewenangan negara di bidang pengawasan BUMN belum jelas, selain itu BUMN juga membutuhkan harmonisasi dan masukan sebagai bahan pembahasan RUU BUMN," papar Hafisz.
BUMN merupakan milik negara yang pembentukannya ditetapkan dengan undang-undang, termasuk proses Penyertaan Modal Negara (PMN) karena menggunakan uang rakyat. BUMN juga termasuk organisasi hibrida karena diperbolehkan untuk mengelola dua jenis dana yang terdiri atas dana publik dari keuangan negara tersebut dan swasta.
Banyaknya peran yang harus dijalankan BUMN secara bersamaan mencerminkan negara tidak memiliki kejelasan untuk berperan seperti apa dalam mengoptimalkan pelayanan masyarakat. Problem utama yang dihadapi BUMN saat ini terletak pada masalah tata kelola (governance) dan profesionalitas. Kinerja BUMN dituntut professional.
Pakar ekonomi Ichsanuddin Noorsy dalam makalahnya yang bertajuk "Keuangan Negara vs Kekayaan Negara" menekankan tentang bagaimana caranya agar melalui pengelolaan BUMN yang baik pemerintah bisa mengangkat harkat dan martabat rakyat banyak.
Ichsanuddin yang pernah menjadi Tim Ahli Pusat Studi Kerakyatan UGM (2005-2010) ini juga mengharapkan, agar RUU BUMN yang nantinya akan memuat tentang poin negara tidak disetarakan dengan global kompeni, karena hal tersebut mengakibatkan negara tidak bisa mengendalikan harga pasar.
Dia juga mengapresiasi anggota Komisi VI yang hadir dalam rapat tersebut karena merupakan bukti integritas kerja anggota dewan. "Komisi VI memiliki komitmen menjaga ekonomi konstitusi," ungkapnya.
Oleh karena itu, bukan hanya dukungan kebijakan yang diperlukan untuk mengembangkan BUMN, melainkan juga konsensus baru agar BUMN menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi. BUMN tidak bisa hanya menjadi alat untuk memberikan keuntungan kepada negara, tetapi juga keuntungan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.(eko,mp)/foto:jaka/parle/iw.