Indonesia Tolak Tandatangani Joint Communique
Indonesia menolak menandatangani joint communique karena Kanada menolak untuk membahas isu Midle East pada sidang APPF(Asia Paific Parliamentary Forum) di Singapura pekan lalu. Sidang APPF ke-18 yang berlangsung pada 17-21 Januari 2010, di Singapura. Sidang akhirnya gagal menghasilkan resolusi tentang midle east.
“Indonesia menilai keputusan itu tidak fair apabila hanya karena usulan satu negara menyebabkan kegagalan resolusi, apalagi isu tersebut sudah menjadi bagian dari agenda APPF sejak didirikannya organisasi ini hingga sidang AFFP ke -17 tahun lalu dan semua sidang itu menghasilkan resolusi”, ujar Ketua BKSAP
Delegasi Indonesia yang didukung oleh Jepang dan Chili melakukan protes terhadap pimpinan sidang yang menganulir pembahasan rancangan resolusi tentang midle east peace process dengan pertimbangan bahwa keputusan pada sidang APPF diambil melalui konsensus.
Protes yang juga dilayangkan oleh Malaysia tersebut terkait dengan lemahnya Rules of Procedure APPF yang tidak bisa lagi mengakomodir perkembangan yang terjadi dimana tidak adanya alterlatif lain apabila pengambilan keputusan secara konsensus tidak dapat dicapai.
Akibat kekecewaan ini, Indonesia dan Malaysia baru akan menandatangani joint communique setelah pimpinan sidang dan negara peserta yang hadir menjamin akan membahas isu midle east pada sidang APPF ke -19 di Mongolia pada tahun 2011.
Protes Indonesia menjadi perhatian delegasi Sidang Executive Committee maupun Sidang Pleno. Kedepan akan dilakukan pembenahan dan penguatan terhadap organisasi APPF. Dalam hal ini, Delegasi Jepang sebagai penggagas berdirinya APPF akan menyusun draft penyempurnaan dengan melakukan konsultasi dengan anggota Executive Committee, dan direncanakan draft tersebut sudah bisa disahkan pada waktu peringatan ke-20 organisasi APPF dalam Sidang Tahunan ke-20 APPF pada tahun 2012 di Tokyo, Jepang.
Pertemuan Trilateral
Disamping persidangan, kegiatan Delegasi DPR yang dipimpin M. Hidayat Nur Wahid mengadakan pertemuan trilateral dengan Delegasi Malaysia dan Brunei Darussalam. Dalam pertemuan itu ketiga negara menyepakati penggunaan bahasa Melayu pada sidang-sidang regional/internasional.
Pertemuan bilateral juga dilakukan dengan Delegasi China dengan membahas isu peningkatan hubungan kedua parlemen, pertukaran pemuda dan isu ekonomi. Indonesia juga meminta bantuan Parlemen China untuk menghimbau Pemerintahnya agar memberikan kelonggaran waktu bagi Indonesia terkait dengan pelaksanaan pembukaan pasar bebas ASEAN Free Trade Area+ China, terutama untuk mengatasi dampak negatif terhadap pengusaha kecil dan menengah, sampai pihak Indonesia benar-benar siap melaksanakan perjanjian tersebut, dan pihak parlemen China menyanggupi untuk menindaklanjutinya.
DPR-RI telah mengirim delegasi ke Sidang Tahunan ke-18 Asia Pacific Parliamentary Forum (APPF) yang diikuti oleh 20 dari 27 negara anggota serta Brunei Darussalam sebagai observer.
Delegasi DPR dipimpin M. Hidayat Nur Wahid (F-PKS) dengan anggota peserta lain yaitu Sidarto Danusubroto (F-PDIP), Abdurrachman Abdullah (F-PD),Oheo Sinapoy (F-PG), Alimin Abdullah (F-PAN), Wardatul Asriyah (F-PPP) dan Noura Dian Hartarony (F-GERINDRA).
Untuk pertama kalinya Delegasi DPR-RI bukan sekedar Delegasi DPR tapi sekaligus Delegasi Parlemen RI karena sesuai dengan kesepakatan antara Ketua DPR dan Ketua DPD maka Delegasi DPD RI yang akan menghadiri forum itu bergabung dengan Delegasi DPR-RI, dengan Ketua Delegasi dari DPR-RI dan Wakil Ketua Delegasi dari DPD RI yaitu Sdr. Dr. Laode Ida, Wakil Ketua DPD RI sekaligus anggota, Sdr. Achmad Jajuli dan Sdri. Poppy Dharsono.(BKSAP) foto:courtesy/parle/DS