KOMISI VI DPR MINTA KPPU LINDUNGI PASAR TRADISIONAL
12-02-2009 /
KOMISI VI
Komisi VI DPR meminta KPPU melindungi pasar tradisional dan pemasok dari ancaman retail modern. Pada kesempatan tersebut, DPR juga mendesak KPPU melakukan kajian-kajian dan penegakan hukum terhadap praktek-praktek persaingan usaha tidak sehat.
“Masih banyaknya kasus yang terkait dengan persaingan usaha tidak sehat, utamanya persaingan yang tidak seimbang antara pasar tradisional dengan ritel modern dan antara peritel modern dengan pemasok, maka DPR meminta KPPU melakukan langkah dan upaya melindungi pasar tradisional dan pemasok dari ancaman ritel modern,†terang Wakil Ketua Komisi VI DPR Anwar Sanusi saat memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Benny Pasaribu di Ruang Rapat Komisi VI DPR, Rabu (11/2).
Selain itu, terang Anwar, DPR juga meminta KPPU segara melakukan kajian-kajian dan penegakan hukum terhadap praktek-praktek persaingan usaha tidak sehat.
Ia mengatakan, yang perlu dicermati adalah potensi penguasaan pasar domestik oleh produsen asing dengan cara-cara yang berpotensi melanggar UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat seperti misalnya praktek kartel, monopoli, oligopoli dan integrasi vertikal.
“Sehingga pada akhirnya produsen domestik akan kalah tersaing di pasar dan ekonomi nasional akan semakin tergantung kepada produk asing,†terangnya.
Anwar menambahkan, sebagai lembaga yang bertugas mengawasi persaingan usaha yang terkait dengan pelanggaran UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, upaya apa yang dilakukan oleh KPPU dalam mendukung program pemerintah yang telah memberikan paket stimulus fiskal, diantaranya mendorong konsumsi produk lokal sebagai upaya menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi yang akan berdampak buruk bagi kita semua
Hasto Kristiyanto (F-PDIP) menambahkan fakta yang ada memang terjadi persaingan yang tidak sehat. “Kita menugaskan KPPU untuk melakukan proses hukum dan juga penyidikan, KPPU punya kekuasaan untuk itu, jadi KPPU harus fokus kepada penugasannya,†katanya.
Menurutnya, Perpres No.112 tentang Pengaturan Pasar Tradisional mendukung pelaku-pelaku peritel asing, karena disitu merupakan legalisasi dari berbagai macam peraturan yang tidak adil. “Dilegalkannya peran peritel asing melalui Perpres No.112 merupakan kemenangan mereka,†terangnya.
Sementara Ketua KPPU Benny Pasaribu mengemukakan, permasalahan dalam persaingan ritel tradisional versus ritel modern merupakan permasalahan yang lebih terkait dengan permasalahan ketidaksebandingan daripada sebagai permasalahan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam UU No.5/1999.
Benny menambahkan, sesungguhnya KPPU telah menanganinya melalui kasus Indomaret tahun 2001 untuk permasalahan ritel modern versus ritel tradisional. untuk pemasok versus ritel modern, KPPU menanganinya melalui kasus carrefour.
Berdasarkan kasus tersebut, KPPU menyimpulkan sebagian besar permasalahan dalam industri ritel lebih merupakan masalah ketidak-sebandingan atau tidak sebanding dalam bersaing untuk ritel kecil versus modern, dan ketidak-sebandingan bargaining power dalam kasus ritel modern versus ritel modern.
“Permasalahan lebih banyak menyangkut domain pemerintah yang lebih terkait dengan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan,†terangnya.
Amandemen UU No.5/1999
Zulkifli Halim (F-PAN) menyesalkan peran KPPU yang belum maksimal mendorong perkembangan pasar tradisional. Selama ini pasar tradisional selalu tergusur kehadiran ritel modern. “Jadi kalau tidak ada pemikiran untuk membenahi penegakkan hukum, apa KPPU masih mau menegakkan persaingan usaha tidak sehat,†tanya Zulkifli.
Dalam pertemuan tersebut Anwar Sanusi (F-PPP) juga meminta kepada KPPU untuk segera memberikan bahan masukan terhadap amandemen UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sementara itu Ketua KPPU Benny Pasaribu berpendapat upaya untuk meningkatkan efektivitas implementasi UU No.5/1999 dapat melalui berbagai cara antara lain dengan memperbaiki beberapa substansi pengaturan yang ada dalam UU No.5/1999. Pertama, perubahan ketentuan umum. Kedua, perubahan perumusan tujuan. Ketiga, perbaikan proses penanganan perkara. Keempat, perbaikan status saran dan pertimbangan. Kelima, perbaikan status kelembagaan.
Menurut Benny, dalam ketentuan umum terdapat beberapa ketentuan yang sebaiknya dilakukan perbaikan sehingga selaras dengan berbagai definisi yang telah ada dalam berbagai definisiilmu hukum dan ekonomi dengan pendekatan yang lebih terukur.
Benny menambahkan, dalam hal ini patut dirumuskan perubahan tujuan agar tidak menajdi multi-tujuan yang justru terkadang membingungkan. “Ini patut dipertimbangkan bahwa tujuan dari UU No.5/1999 adalah satu (single), yakni untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat,†terangnya.
Substansi lain yang terkait dengan kelembagaan KPPU ada beberapa hal yang perlu disempurnakan, kata Benny, yaitu tentang tugas dan wewenang KPPU, tata cara penanganan perkara dan status sekretariat KPPU.
Oleh karena itu di dalam amandemen UU ini, Benny mengharapkan adanya sarana koordinasi yang lebih kuat, agar setiap kebijakan pemerintah sejalan dengan persaingan yang sehat. (iw)