Revisi UU JPSK Pertegas Regulasi Krisis Keuangan
Komisi XI DPR RI terus merampungkan revisi atas UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Kelak, hasil revisi ini akan mempertegas regulasi yang mengatur saat negara tertimpa krisis keuangan. Kasus BLBI di awal reformasi dan kasus Bank Century menjadi cermin agar keuangan negara tak dirugikan lagi.
“Itulah yang menjadi dasar sebagai sebuah case yang pernah terjadi yang kita anggap sangat merugikan negara. Perlu ada regulasi yang bisa mengatur dan meminimalisir terjadinya kerugian keuangan negara.” Demikian penuturan Anggota Komisi XI DPR RI Amir Uskara, Senin (22/2), di ruang kerjanya.
Saat ini, ujar Amir, sedang dilakukan sinkronisasi dengan produk UU terkait agar tak saling bertentangan, seperti UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK), UU Bank Indonesia (BI), UU Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan UU Keuangan Negara. RUU JPSK yang sedang dirumuskan ini memberi kriteria tegas bagaimana suatu bank bisa dinyatakan sebagai bank gagal dan berdampak sistemik atau tidak. Kondisi krisis keuangan pun dipertegas kriterianya, sehingga tak membebani keuangan negara.
Politisi PPP ini menjelaskan, bila dahulu presiden hanya dilaporkan saja bila terjadi bank gagal berdampak sistemik, kini presiden jadi penentu dan mengumumkan kepada publik tentang bank gagal tersebut. Komite Kebijakan Sistem Keuangan (KKSK) berperan memberi rekomendasi tertulis kepada presiden untuk memutuskan suatu bank gagal berdampak sistemik atau tidak.
“Sudah ada tahapan-tahapan kapan sebuah bank harus diambil alih, kapan bank itu harus dijual asetnya, dan kapan bank itu harus mengembalikan simpanan kepada nasabah. Semua itu nanti diatur dalam RUU ini,” papar politisi dari dapil Sulsel I tersebut. Di saat krisis, KKSK yang beranggotakan Menkeu, Gubernur BI, Ketua OJK, dan Ketua LPS menggelar rapat untuk membahas situasi krisis.
RUU JPSK ini, lanjut Amir, mengatur pula tentang hak berpendapat dan hak suara dalam rapat KKSK. Keempat lembaga keuangan itu memiliki hak berpendapat. Tapi, hanya LPS yang tidak diberikan hak suara, karena lembaga ini hanya sebagai pengelola dan pelaksana kebijakan. (mh)/foto:arief/parle/iw.