Angkutan Online Harus Diberi Kepastian Hukum

15-03-2016 / KOMISI VI

Anggota Komisi VI DPR Tifatul Sembiring mengatakan bahwa adanya tuntutan kepada pemerintah untuk menertibkan angkutan online dikarenakan tidak adanya kepastian hukum untuk mereka.

 

“Inikan tidak ada kepastian hukum, kepastian hukum tuh harus ada, ini harus ada solusinya,”kata Tifatul kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (15/3), ketika dimintai komentarnya mengenai demo ribuan supir taksi, bus kota dan Bajaj yang tergabung dalam Persatuan Pengemudi Angkutan Darat (PPAD).

 

Selain itu, menurut Tifatul, para pengemudi angkutan berbasis online juga tidak boleh kehilangan pekerjaan, dirinya menilai pemerintah terlambat mengantisipasi kemajuan persaingan usaha, khususnya dalam usaha berbasis Informasi Teknologi Elektronik (ITE).

 

"Ya dari awal kan sudah berkembang, itu diantisipasi,  jangan menteri ngomong lain, presiden ngomong lain pula. Dulu Menteri Perhubungan melarang tiba-tiba presiden membolehkan, sekarang mau dilarang lagi," keluh Tifatul. 

 

Menanggapi soal angkutan berbasis aplikasi, yang tak memiliki izin usaha transportasi, Tifatul menyarankan untuk menggembalikan hal tersebut pada peraturan pemerintah yang berlaku. Selain itu menurutnya, perlu ada pengkajian.

 

"Perlu mengkaji kembali aplikasi layanan transportasi seperti grab, uber dan gojek apakah sah secara hukum yang berlaku. Kalaupun tidak sah harus dicari jalan keluarnya," jelas Tifatul. 

 

Politisi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini, juga menyarankan angkutan umum konvensional, yang belum menggunakan teknologi informasi elektronik untuk berbenah diri, baik secara fasilitas kendaraan dan pelayanannya, pasalnya masyarakat juga mengharapkan angkutan umum yang modern dan efektif. 

 

"Kenapa mereka tidak menggunakan sistem online, di era digital ekonomi orang harus berinteraksi secara online, kalau tidak nanti dilibas oleh persaingan usaha," papar Menteri Komunikasi dan Informatika Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini.

 

Dia juga menyarankan, agar nanti sewaktu pembahasan revisi Undang-Undang Informasi Teknologi Elektronik (ITE) hal ini harus menjadi bahan acuan.

 

Komentar yang dilontarkan Tifatul, terkait dengan ruang lingkup kerja Komisi VI, mengenai industri dan persaingan usaha.

 

Seperti diketahui, pada Senin, (14/3) kemarin, ribuan sopir taksi, buskota dan bajaj berkumpul di Lapangan Monumen Nasional. Mereka membawa spanduk dengan berbagai tulisan yang isinya agar transportasi berbasis layanan aplikasi dihentikan.(eko,nt) foto: arif/parle/hr.

BERITA TERKAIT
Asep Wahyuwijaya Sepakat Perampingan BUMN Demi Bangun Iklim Bisnis Produktif
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana akan melakukan rasionalisasi BUMN pada tahun 2025. Salah...
147 Aset Senilai Rp3,32 T Raib, Komisi VI Segera Panggil Pimpinan ID FOOD
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan raibnya 147 aset BUMN ID Food senilai Rp3,32 triliun. Menanggapi laporan tersebut,...
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...