UU PPKSK Diharapkan Bawa Perubahan Positif Keuangan Nasional
Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo berharap, melalui kehadiran Undang-undang Pencegahaan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) yang telah disahkan beberapa waktu yang lalu, dapat membawa perubahan positif sektor keuangan nasional menjadi lebih sehat dan transparan.
“UU ini secara tegas mengatur bahwa penanganan permasalahan perbankan diutamakan menggunakan sumber daya bank itu sendiri dan pendekatan bisnis tanpa menggunakan anggaran negara,” kata Andreas, ketika ditemui Parlementaria di ruang kerjanya, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (13/4/2016).
Andreas menambahkan, jika upaya dari bank itu sendiri belum berhasil mengatasi permasalahan, penanganan bank dilakukan dengan dukungan BI untuk masalah likuiditas dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menangani masalah solvabilitas.
“Dalam kondisi krisis sistem keuangan jika terjadi permasalahan di sektor perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Presiden berdasarkan rekomendasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan(KSSK) dapat memutuskan dilakukan restrukturisasi perbankan oleh LPS. Selanjutnya LPS menangani permasalahan bank baik sistemik maupun bank selain bank sistemik,” papar Andreas.
Politisi FPDI-Perjuangan itu menjelaskan, ruang lingkup stabilitas sistem keuangan dalam UU PPKSK meliputi sektor fiskal, moneter, makroprudensial, mikroprudensial, pasar keuangan, infrastruktur dalam sistem pembayaran dan sistem penjaminan simpanan dan resolusi bank.
“UU ini menekankan pada pencegahan krisis keuangan. Karena itu fungsi utama dari KSSK, yakni lembaga yang diamanatkan UU PPKSK, adalah pemantauan dan stabilisasi keuangan. KSSK beranggotakan Menteri Keuangan, Gubernut BI, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner LPS,” jelas Andreas.
Selain itu, lanjut Andreas, UU sektoral khususnya UU Bank Indonesia dan UU Otoritas Jasa Keuangan yang berkaitan dengan UU PPKSK perlu dilakukan penyesuaian, terutama mengenai penanggung jawab bidang makro prudensial yang turut menentukan stabilitas sistem keuangan.
“Dengan berlakunya UU PPKSK ini otomatis beberapa pasal yang ada di sejumlah UU, di antaranya UU Perbankan, UU BI dan UU OJK dicabut,” imbuh politisi asal dapil Jawa Timur V itu.
Andreas berharap, dengan adanya UU PPKSK ini diharapkan dapat menjadi sarana dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana amanat UUD Indonesia Tahun 1945. Dan mendukung perekonomian nasional melalui pelaksanaan demokrasi ekonomi dengan prinsip kerbersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatruan ekonomi nasional, diperlukan stabilitas sistem keuangan yang kokoh.
“Belajar dari krisis 1997-1998, Indonesia harus memperbaiki sistem keuangan sehingga lebih tangguh dan siap menghadapi krisis setiap saat,” pesan Andreas.
Krisis keuangan global pada 2008 juga menjadi catatan penting terkait mekanisme koordinasi dalam rangka menciptakan dan memelihara stabilitas sistem keuangan.
“UU PPKSK menjadi jawaban atas kondisi tersebut. Keberadaan UU ini akan menjadi landasan hukum bagi lembaga-lembaga sistem keuangan untuk berkoordinasi dalam menjaga dan menciptakan stabilitas sistem keuangan,” harap Andreas.
Andreas juga memastikan, UU ini akan menjadi landasan hukum yang melengkapi UU sektoral yang selama ini telah ada yakni UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI), UU No 24/2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, UU No 21/2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. (sf)/foto:azka/parle/iw.