Harmonisasi Peraturan Atase Ciptakan Sebuah Sinergitas
Pemerintah didesak Komisi I DPR RI segera melakukan harmonisasi peraturan yang ada terkait dengan penempatan dan pelaksanaan berbagai fungsi atase teknis dan atase pertahanan serta pejabat perbantuan lainnya.
“Kami mendorong harmonisasi terhadap seluruh stakeholder. Sehingga tidak boleh ada pihak-pihak yang merasa tertekan,” ujar Wakil Ketua Komisi I DPR RI Agus Gumiwang Kartasasmita (F-PG) saat memimpin Rapat Dengar Pendapat dengan berbagai Instansi Pemerintah terkait evaluasi kinerja dan keberadaan atase teknis, Nusantara II, Rabu (17/2).
Adapun Departemen Luar Negeri sebagai instansi pemerintah yang menyelenggarakan hubungan luar negeri dan melaksanakan politik luar negeri telah melakukan rightsizing staff yang mengarah pada downsizing pejabat Perwakilan RI di luar negeri sesuai dengan misi dan kebutuhan perwakilan.
Nyatanya, kebijakan pengurangan sebesar 21,01 % berbanding terbalik dengan jumlah atnis, athan dan pejabat perbantuan yang terjadi peningkatan sebesar 81,50 %.
Agus menilai, harmonisasi dapat berjalan jika ada koordinasi antar pemerintah. Dengan sebuah koordinasi maka akan tercipta sinergitas dari berbagai potensi nasional yang ada demi terselenggaranya kepentingan nasional RI.
“DPR sangat concern, harmonisasi jika perlu dilakukan dengan undang-undang kami siap. Jika hanya peraturan pemerintah kami persilahkan,” tandasnya.
Sehingga, pihaknya memandang bahwa upaya rightsizing atase pertahanan dan berbagai atase teknis lainnya diharapkan tidak akan mengganggu kinerja dalam pencapaian misi yang ditugaskan.
“Senantiasa mengedepankan prinsip-prinsip efisiensi dan proporsionalitas,” ujarnya.
Dalam penempatan pejabat atase teknis, agus mengingatkan pentingnya sebuah kompetensi dan kualifikasi pegawai. Dengan pegawai yang berkualitas diharapkan tidak memberatkan pihak KBRI perwakilan terutama dalam penggunaan bahasa. “Kami sepakat, pejabat kementerian harus punya TOEFL minimal 550,” katanya.
Senada diungkapkan Tantowi Yahya (F-PG), melihat ada tumpang tindih tupoksi perwakilan dengan atase. Serta tidak adanya keharmonisasian yang dilakukan Kementerian Luar negeri (Kemenlu) dengan mitra-mitra kementerian teknis.
“Bukan kekuatan atas nama RI tetapi rivalitas yang tidak sehat,” ujarnya.
Keputusan Presiden (Kepres) nomor 108 Tahun 2003 dinilai Tantowi, telah memberikan kekuasaan luas kepada kementerian luar negeri. Sehingga banyak mitra kementerian teknis yang menilai sebagai sebuah arogansi. Sehingga, kementrian teknis tidak bisa memberi kontribusi pada RI.
“Perlu ada sebuah koordinasi intensif antara Kemenlu dan mitra terkait,” tegasnya.
Terkait, adanya rightsizing di tubuh Deplu, dinilai Tantowi sebuah wujud nyata ketidaksingkronan antara kementerian luar negeri dengan mitra strategis sehingga para kementerian strategis melakukan penambahan. (da)