Linda Megawati (FPD)- PELAKSANAAN AC-FTA
Kontroversi Pelaksanaan kesepakatan Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang bagi sejumlah kalangan berdampak negatif bagi Indonesia adalah merupakan persepsi pesimisme padahal disatu sisi ACFTA merupakan kenyataan yang sudah di depan mata yang seharusnya membangun persepsi positif guna menelurkan benih optimisme dalam masyarakat.
Anggota Komisi VI DPR RI Linda Megawati saat diwawancarai Parlementaria mengatakan pesimis ataupun optimis di tengah dilematis situasi dan kondisi, tetaplah mengarah kepada optimis, karena didalam keoptimisan merupakan sebagian dari keberhasilan. Optimis lebih mengarahkan kepada berfikir positif untuk tetap maju mencari solusi, dibanding sebuah pilihan yang selalu kepada ke pesimisan hanya membangun karekter negatif dan berprasangka negatif, bukankah husnudzhon lebih baik dari Su’udzon, kita tahu semua dimana rahmatNya berpihak.
Optimis tentunya didukung dengan langkah usaha yang mengarah kepada sebuah keberhasilan, dengan tetap memperhatikan persepsi yang bertolak belakang, guna melahirkan langkah antisipasi dalam mengatasi kemungkinan kejadian yang negatif menghadapi tantangan akan pelaksanaan ACFTA ini, dengan begitu lahirlah keoptimisan dalam keharmonisan langkah seluruh elemen bangsa sebagai wujud tanggung jawab bersama sebuah konsekuensi dan komitmen bangsa yang berdaulat di mata internasional.
Dalam hal perdagangan Linda Megawati dari Fraksi Partai Demokrat menganggap bahwa Cina adalah negara tujuan ekspor Indonesia ke 5 di dunia setelah UE, Jepang, USA dan Singapura. Perdagangan Indonesia-RRC terus mengalami peningkatan yang cukup pesat baik sebelum maupun setelah terbentuknya ACFTA.
Menurut Linda peluang pelaksanaan ACFTA merupakan FTA terbesar di dunia berdasarkan jumlah penduduk, yaitu sepertiga jumlah penduduk dunia. Tidak hanya itu kerjasama ini dapat meningkatkan akses pasar ekspor ke RRC dengan tingkat tarif yang lebih rendah bagi produk-produk nasional. Menimbulkan peningkatan kerjasama antara pelaku bisnis di kedua negara melalui pembentukan “Aliansi Strategis”. Begitupun meningkatnya akses pasar jasa di RRT bagi penyedia jasa nasional, serta terbukanya peluang arus investasi asal RRC ke Indonesia, dan terbukanya transfer tehnologi antara pelaku bisnis di kedua Negara.
Jika kita lihat peluang dengan realitas kondisi nasional kita apakah mampu sektor industri menangkap peluang tersebut, disinilah perlunya kerja sama semua lini baik para pelaku industri yang ditantang untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas produksi sehingga dapat bersaing dengan produk-produk RRC dan Para asosiasi-asosiasi di bidang perdagangan dan perindustrian diharapkan pula dapat membantu para sektor UKM dapat merangkul mereka untuk mampu bersaing, seperti yang telah dilakukan para pengusaha ritel moderen (Aprindo) yang telah menyediakan 10 % areal untuk para UKM dan masih terus ditingkat untuk mencapai 30% dalam menyediakan lebih banyak areal bagi usaha kecil dan menengah (UKM), sebuah usaha yang patut dipuji. Semua itu tidak lepas dari dukungan pemerintah dalam hal ini Menteri perdagangan dalam bentuk kebijakan, motivasi maupun dan teknis dilapangan memberikan kemudahan bagi pelaku usaha nasional maupun pengawasan, tambahnya. (as)