KOMISI XI DPR DESAK MENKEU REEVALUASI ASET PT. BTDC
17-02-2009 /
KOMISI XI
Komisi XI DPR mendesak Menkeu Sri Mulyani untuk segera melakukan reevaluasi asset PT Bali Tourism Development Corporation (BTDC) guna menghindari kerugian negara dari proses pengalihan asset tersebut.
“Aset ini harus di reevaluasi kembali karena ada kemungkinan bisa extraordinary income bagi pemerintah tetapi saat joint venture akan ada lost income,â€terang Ramson Siagiaan dari PDIP saat mengadakan Raker dengan Menkeu Sri Mulyani yang dipimpin oleh Ketua Komisi XI DPR Hafidz Zawawi, di Gedung Nusantara I, Selasa, (17/2).
Menurut Ramson, dirinya mengharapkan nantinya tidak ada masalah terhadap proses pengalihan asset tanah ini. “Pada intinya kita mendukung perkembangan pariwisata di NTB,â€jelas Ramson.
Sementara Habil Marati ( F-PPP) mengatakan, pelepasan asset ex PPN atas sebidang tanah 1175 Hektar sesungguhnya persoalan bisnis. “Ini merupakan bisnis to bisnis bukan pemerintah to Perusahaan, jadi lazimnya harus treatment komersial negara terlibat, karena itu menurut pemahaman saya istilah hibah hanya untuk yayasan,â€kata Habil.
Menurutnya, tanah negara dihibahkan ini sama saja dengan melanggar hukum.â€Penyertaan tanah harus disesuaikan dengan harga pasar saat itu,â€katanya.
Ia menambahkan, saham 15 persen atau sejumlah 260 Miliar terlalu kecil jika joint venture dimana nantinya akan terjadi delusi saham pemerintah. “Ini artinya mengalami kerugian,â€terangnya.
Dia mengatakan, treatment Government to Private tidak benar dan harus dirubah. “ini harus segera melakukan due diligence untuk mengetahui harga pasar, dan asset tersebut,â€terangnya.
Hal senada disampaikan oleh Sofyan Mile dari Partai Golkar, menurutnya, harus ada istilah lain selain hibah karena barang ini bukan milik kita. “Hibah itu barang bukan nilai yang fluktuatif oleh karena itu harus ada istilah lain,â€terangnya.
Seperti diketahui, Lahan tersebut akan dikerjasamakan melalui JVC antara PT BTDC dengan Emaar Properties dengan komposisi kepemilikan masing-masing 15% dan 85%.
Sementara Nilai hibah atau insentif tersebut berasal dari selisih antara nilai pasar wajar dengan nilai buku atas aset berupa lahan tanah kosong seluas 1.175 hektar di Kabupaten Lombok Tengah, NTB.
Sebelumnya, lahan itu adalah lahan milik Lombok Tourism Development Corporation (LTDC) yang dikelola oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan nilai pasar wajar atas tanah itu adalah Rp557,6 miliar sedangkan nilai aset yang dikehendaki investor adalah nilai buku sebesar Rp260 miliar. (si)