Panja Pengawasan TKA DPR RDP dengan Tiga Kementerian
Panja Pengawasan Tenaga Kerja Asing Komisi IX DPR melakukan RDP dengan Dirjen Dikdasmen Kemendikbud, Kepada Badan PPSDKM Kemenkes, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Macanegara dan Pengurus Konsil Kedokteran Indonesia di Ruang Rapat Komisi IX, Jakarta, Senin (03/10/2016).
Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi IX Saleh P. Daulay ini dipertanyakan tentang TKA tak berijin yang tersebar di beberapa sektor yaitu pendidikan dan tenga media, pemberian ijin praktek yang tidak sesuai dengan wewenangnya, serta bagaimana pengawasan dan koordinasi antar Kementerian.
“Kita panggil mereka, karena 4 instasi ini sangat terkait dengan pengadaan tenaga asing. Misalnya ditemukan banyaknya TKA yang bekerja di sektor pendidikan di satu wilayah, 71 persen pendidiknya dari luar negeri. Makanya kita ingin tahu informasi dari mereka bagaimana prosedur masuknya guru asing,” tuturnya.
Terkait pemberian ijin salon yang dikeluarkan oleh Kementerian Pariwisata juga turut menjadi perhatian, karena menurut legislator F-PAN ini, seharusnya wewenang pemberian ijin salon yang ada tindakan medis (operasi kecil, dan lain-lain) itu wewenang Kemenkes.
“Kementerian Pariwisata harusnya jangan mengeluarkan ijin yang bukan wilayahnya, sehingga tidak ada tumpeng tindih jika memang membuka praktek harus dilapor ke Kemenkes,”katanya.
Hal senada juga disampaikan Anggota Komiis IX Irma Suryani yang mengatakan permasalah zero praktek salah satunya karena tidak adanya koordinasi antar lembaga terkait. Misalnya ijin salon diberikan oleh kementerian pariwisata yang bukan wewenanganya.
“Tidak pernahkah Kementerian Pariwisata berkoordinasi dengan dinas kesehatan karena zero praktek ini bicara soal medis. Aneh bagi saya kalau antar kementerian tidak ada koordinasi, ego dari setiap kementerian selalu mejadi masalah,”tegasnya.
Politisi Nasdem ini juga meminta laporan Tim Pengawasan Orang Asing (PORA) harus menjadi perhatian. Karena dari pemaparan yang disampaikan, Tim PORA hanya berkerja by kasus padahal yang paling penting itu melalukan tindakan preventif (pencegahan).
“ Tim PORA bekerja by kasus, Saya kecewa, yang lebih pentig bagaimana tindakan preventifnya bukan menyelesaikan kasusnya saja, kalau akar permasalahan tidak diselesaikan bagaimana mau menyelesaikan masalah. Jangan sampai Tim PORA memberatkan pemerintah saja dengan menggunakan biaya APBN,”tuturnya.
Selain itu, anggota DPR Dapil Sumsel II ini juga mengatakan Komisi IX harus secara tegas menyampaikan syarat menggunakan bahasa Indonesia untuk TKA harus tetap ada. Apalagi di sektor kesehatan yang berkaitan dengan komunikasi antara pasien dengan dokter, banyak masyarakat yang belum bisa berbahasa inggris. (rnm,mp) foto : Riska/mr.