Legislator Sayangkan Beberapa PG PTPN X Terancam Tutup
Anggota Komisi VI DPR Bambang Haryo Soekartono menyayangkan rencana penutupan sejumlah Pabrik Gula (PG) di wilayah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X karena kekurangan pasokan bahan baku. Minimnya bahan baku ini diperebutkan oleh beberapa PG, yang berimbas pada kerugian.
“Maka dari itu kebijakan Pemerintah sangat diperlukan terutama dari Kementerian Pertanian (Kementan), agar produksi gula menjadi lebih baik sehingga tidak berdampak pada penutupan pabrik,” tegas Bambang di sela-sela Kunjungan Spesifik (Kunspek) Komisi VI DPR dengan PTPN X di PG Watoetoelis dan PG Toelangan di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (20/01/2017). Kunspek ini dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR Mohamad Hekal (F-Gerindra).
Politisi F-Gerindra itu menilai harus ada kebijakan dari Pemerintah terutama dari Kementan untuk membantu kesulitan-kesulitan PG, agar produktivitas terhadap gula menjadi lebih baik.
“Pemerintah seharusnya bisa memberi kebijakan misalnya dengan cara menganjurkan kepada para petani untuk menanam tebu di lahan pertanian padi. Tidak usah banyak-banyak, ambil sebagian kecil kira-kira 5 persen saja sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan PG ini,” saran Bambang.
Ia mengaku optimis, sebenarnya dari sejumlah PG yang terancam ditutup tersebut masih menguntungkan dan memiliki multiplier effect yang berdampak terhadap perekonomian nasional di sekitar wilayah Jawa Timur. Pasalnya, sebagian masyarakat menggantungkan mata pencahariannya pada PG ini, dan berharap agar PG ini tetap beroperasi.
Apalagi, tambah politisi asal dapil Jawa Timur itu, Sumber Daya Manusia (SDM) yang tersedia masih mumpuni. Sehingga jika diberdayakan dengan sebaik mungkin dan diimbangi dengan persediaan bahan baku yang cukup, bukan tidak mungkin nilai keuntungan yang didapat akan jauh lebih tinggi.
“Oleh karena itu, hal inilah yang harus dipertimbangkan kembali oleh Kementan maupun Pemerintah Kabupaten ataupun Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk memberdayakan kembali PG ini dengan sebaik mungkin,” usul Bambang.
Sementara terkait izin Pemerintah yang baru saja mengeluarkan izin impor gula mentah atau raw sugar, Bambang berpendapat hal tersebut seharusnya tidak perlu dilakukan. Mengingat Indonesia pernah menjadi negara pengekspor gula terbesar nomor dua di dunia setelah Kuba. Apalagi Indonesia memiliki lahan pertanian mencapai 14 juta hektar, jauh lebih luas dari lahan pertanian Thailand yang hanya 900 ribu hektar.
“Tetapi sangat disayangkan lahan tebu yang kita miliki hanya berkisar 390 ribu hektar. Seharusnya ini bisa diberdayakan dengan cara mengurangi sedikit lahan pertanian padi yang sudah surplus dengan memaksimalkan lahan tebu sehingga impor gula tidak perlu dilakukan,” saran.
Menutup wawancara, ia menghimbau kepada Kementan agar bisa meregulasi komoditi yang ditanam oleh petani dengan baik, sehingga swasembada gula diharapkan bisa tercapai. (tra,mp) foto: tiara/mr.