Muslim Apresiasi Masukan Tokoh Masyarakat dan Akademisi Aceh Terkait Renstra
Dalam Kunjungannya ke Provinsi Aceh, anggota BURT DPR RI Muslim mengapresiasi berbagai masukan dari seluruh perangkat daerah, termasuk dari Unsyiah, Universitas Muhammadiyah, dan berbagai tokoh masyarakat.
“Masukan ini tentunya positif, terutama ketika DPR Provinsi ke DPR RI mereka bisa saling membangun sinergitas dalam konteks penganggaran, legislasi dan pengawasan," tegas Muslim di Ruang Sekretariat Daerah Aceh, Rabu (08/02).
Menurutnya mereka telah menyiapkan bahan yang begitu lengkap sehingga masukan-masukan tersebut bisa menjadi kajian untuk BURT. “Tentu ada beberapa hal yang menjadi sorotan kita dan mereka berharap ada suatu sinergitas antara DPR RI, DPR Provinsi dan DPR Kabupaten Kota. Tentu dalam hal ini dalam konteks sinergitas silakan saja” ujarmya. .
Dalam pertemuan itu, Rektor Unsyiah menyampaikan setiap program seharusnya ada yang namanya IKU (Indikator Kinerja Utama) atau KPI (Key Performance Indicator). Guna mengukur keberhasilan kinerja yang telah tersusun dalam rencana strategi (Renstra).
“Karena kalau tidak ada IKU, sulit kita mengukur berhasil atau tidak Renstra itu. Harus ada pengukuran kinerjanya dan yang sangat penting juga mengenai target waktu,” kata Rektor Unsyiah.
Kemudian lanjut Rektor Unisyiah target anggaran juga harus menjadi perhatian. Sebab rencana strategi tidak akan implementatif jika tidak ada uangnya. Hal ini dinilainya penting guna mencapai sasaran tujuan yang tercantum dalam Renstra.
“Jadi masing-masing fungsi sampai dengan kegiatan itu anggarannya berapa? Itu sebagai target, karena anggaran pemerintah yang bisa dialokasikan untuk DPR RI tergantung kemampuan pemerintah. Seharusnya anggaran sudah terpikirkan untuk 5 tahun berapa uang yang diperlukan, supaya kita bisa mencapai sasaran dan tujuan. Hal-hal ini perlu menjadi pertimbangan untuk Renstra ke depan,” pungkasnya.
Sementara menurut Rektor Muhammadiyah mengatakan penjelasan Renstra titik poinnya adalah tupoksi DPR RI hanya pada anggaran yaitu pro poor, pro growth, pro job, pro environtment dan pro efektif dan efisien. Padahal seharusnya ini tidak hanya untuk anggaran saja tapi juga untuk ketiga tupoksi DPR baik di legislasi, maupun anggaran dan pengawasan.
“Misalnya dalam legislasi, ini sebelumnya kita melihat belum kepada pro poor tetapi lebih banyak kepada pro industri, misalnya UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 yang menjadi kisruh, bahwa dalam Pasal 113 itu terjadi penghilangan pasal tembakau/rokok, bahwa dalam UU itu setelah disahkan langsung dihilangkan, meskipun sudah menjadi kegaduhan dalam bidang perundang-undangan tentang kesehatan,” katanya.
“
Jadi ini harus pro pada semuanya, tidak hanya pada pro job, pro environtment, pro efektif dan efisien pada anggaran saja, tetapi ketiga-tiganya baik didalam legislasi, penganggaran, maupun pengawasan,” lanjutnya. (eno,mp) Foto: Kresno/od.