Pemalsuan KTP Bisa Diancam 6-8 Tahun Penjara

14-02-2017 / KOMISI VI

Menyusul ditemukannya 36 KTP palsu dari Kamboja oleh Bea Cukai, Polri diimbau perlu menyosialisasikan ancaman hukumannya atas kejahatan pemalsuan dokumen ini. Sosialisasi tersebut penting agar tak ada yang menyalahgunakan KTP. Apalagi, ada pilkada serentak yang akan digelar di Tanah Air.

 

Anggota DPR RI Bambang Haryo Soekartono menyampaikan hal tersebut lewat sambungan telepon kepada Parlementaria, Senin (13/02/2017). Ia mengkhawatirkan, tidak adanya sosialisasi hukuman menyangkut pemalsuan KTP, akan menjadi preseden buruk bagi tindak pidana penyalahgunaan KTP palsu tersebut. Yang paling sensitif, ketika pasangan calon kepala daerah yang kalah dalam pilkada ikut mempersoalkan KTP palsu tersebut ke ranah hukum.

 

“Ini jadi kian runyam. Sosialisasi masif soal ini harus dilakukan oleh Polri dan KPU agar tak terjadi pelanggaran yang masif dan terstruktur di masyarakat,” ujar politisi Partai Gerindra itu. Bila sampai menjalar ke arena pilkada, kata Bambang, bisa berbahaya. Protes masyarakat pun dipastikan akan meluas.

 

Bambang mengutip Pasal 264 ayat (1) KUHP yang mengancam paling lama delapan tahun penjara bagi siapa saja yang memalsukan akta-akta otentik. Dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP juga diatur acaman bagi pemalsu surat yang hukumannya paling lama enam tahun penjara. Seperti diketahui sebelumnya, Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta telah membongkar pengiriman 36 KTP palsu yang didatangkan dari Kamboja lewat jasa ekspedisi FedEx.

 

Bea Cukai sendiri sudah menyerahkan temuai ini kepada Polda Metro Jaya. Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi mensinyalir temuan KTP palsu itu digunakan untuk kejahatan ekonomi. Menurut Bambang, pernyataan Dirjen Bea Cukai itu belum tentu sepenuhnya benar. Bagaimana mungkin itu akan digunakan untuk kejahatan ekonomi. Padahal, masih banyak kemungkinan itu disalahgunakan untuk bidang lain, salah satunya untuk pilkada.

 

Anggota Komisi VI DPR ini menduga, boleh jadi tidak hanya di Kamboja, KTP Indonesia mungkin dicetak pula di negara-negara lain. Jadi, pelakunya perlu segera dihukum. Bambang menyayangkan, aparat berwenang tidak langsung menyosialisasikan ancaman hukumannya atas pemalsuan KTP ini. “Jangan sampai masyarakat sengaja didiamkan agar tak mengerti hukum, sehingga pemalsuan KTP bisa masif terjadi,” keluhnya. (mh) foto: runi/od.

BERITA TERKAIT
Asep Wahyuwijaya Sepakat Perampingan BUMN Demi Bangun Iklim Bisnis Produktif
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana akan melakukan rasionalisasi BUMN pada tahun 2025. Salah...
147 Aset Senilai Rp3,32 T Raib, Komisi VI Segera Panggil Pimpinan ID FOOD
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan raibnya 147 aset BUMN ID Food senilai Rp3,32 triliun. Menanggapi laporan tersebut,...
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...