14 Paket Kebijakan Tidak Optimal, Paket ke-15 Dimunculkan
Empat belas paket kebijakan ekonomi pemerintah yang sudah berjalan ternyata tidak optimal. Kini, pemerintah malah ingin mengeluarkan lagi paket kebijakan ke-15. Paket ini diterbitkan saat semua indikator ekonomi tidak menggembirakan. Paket kebijakan ke-15 ini rencananya terkait dengan logistik dan national single window.
“Paket ekonomi ke-15 itu diluncurkan saat 14 kebijakan ekonomi sebelumnya tidak berjalan optimal. Indikatornya, antara lain pertumbuhan ekonomi yang masih di bawah 6%, penciptaan lapangan kerja yang belum menggembirakan, lemahnya investasi di sektor-sektor produktif seperti pertanian-kelautan, perikanan, dan indeks gini yang relatif stagnan di 40%.” Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menyatakan hal tersebut di sela-sela rapat kerja, Selasa (14/2).
Heri mengkritik paket kebijakan sebelumnya yang kurang menyentuh sektor pertanian, kelautan, dan perikanan. Investasi di sektor itu sangat minim. Padahal, pangsa pasarnya di atas 80%. “Hingga saat ini, sektor-sektor tersebut hanya menyumbang 15,4% dari PDB. Padahal, jumlah tenaga kerjanya di atas 50%. Penyebabnya antara lain minimnya penguatan SDM, investasi, teknologi, dan modal.”
Di bidang lain, penyaluran KUR tidak merata dan maksimal, bahkan cenderung sulit untuk diakses oleh pelaku UMKM riil. KUR masih banyak tersalur di Pulau Jawa. Belum lagi keberpihakan kredit bagi petani, nelayan, buruh, pegawai, industri kecil menengah, pedagang tradisional, dan pedagang kecil lainnya masih sebatas wacana. Ini harus dievaluasi dengan sungguh-sungguh.
Menurut Heri, pemerintah harusnya mampu mengoptimalkan peran BUMN sebagai agen pembangunan seperti Jamkrindo dan Askrindo dalam menciptakan penyaluran KUR yang lebih maksimal dan merata, bukannya malah semakin menambah disparitas kesenjangan. Intinya, ke-14 paket kebijakan sebelumnya jauh dari semangat ekonomi kerakyatan.
Pemerintah diimbau Anggota F-Gerindra ini, untuk menunggu hasil evaluasi pokja-pokja sebelum mengeluarkan paket ke-15. Dalam pandangan Heri, paket kebijakan terdahulu belum mempresentasikan kerja revolusi mental. Pemerintah mestinya melibatkan kombinasi ABG (akademisi, bisnisman, government) yang sinergis. Lewat sinergi itu akan lahir, ribuan ikubator bisnis dan pemodal-pemodal venture yang siap mendanai produk-produk kreatif nasional.
“Selama paradigma kebijakan yang dipakai masih melenceng dari Pancasila sebagai guidance spritual kebijakan, maka jangan harap ke-14 kebijakan itu bisa berhasil mengangkat harkat dan martabat rakyat Indonesia, hingga ke akar rumput. Selama ini, kebijakan itu hanya melayani kelompok atas saja. Sedangkan, akar rumput dibiarkan berjuang sendiri tanpa keberpihakan yang sungguh-sungguh,” tutup Heri. (mh)/foto:azka/iw.