PARIPURNA TETAPKAN 30 NAMA TIM PENGAWAS CENTURY
Paripurna DPR menetapkan 30 nama tim pengawas Century, namun sejumlah anggota dewan menolak dipimpin secara bergiliran karena dianggap melanggar Tatib Dewan.
Hal tersebut mengemuka saat Paripurna DPR yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Anis Matta, di Gedung Nusantara II, Selasa (27/4).
Pada kesempatan tersebut, Gandung Pardiman (F-PG) menolak secara tegas adanya pimpinan Tim Pengawas secara bergilir. "Kalau alasan esensi itu tidak tepat kalau bergiliran tim pengawas berarti melanggar tatib dan tidak sah semua tindakan-tindakannya," tegasnya.
Menurut Fahri Hamzah (F-PKS), berdasarkan Tatib Tim pengawas itu di pimpin oleh satu orang pimpinan dewan, karena itu, dalam tatib tidak pernah ada pembentukan Tim yang dipimpin secara bergiliran. "Apabila tim ini bermuatan hukum maka Pak Priyo yang memimpin, kalau ekonomi itu Anis Matta. Tidak ada itu bergiliran, pimpinan itu tidak memberikan contoh sesuai Tatib sih,"tegasnya.
Senada dengan Fahri Hamzah, Eric Satrya Wardhana (F-Hanura) mengusulkan untuk kembali kepada Tatib, tidak ada pimpinan bergilir. Selain itu,berdasarkan rapat Paripurna yang lalu, seharusnya jumlah tim pengawas sebanyak 30 orang tetapi dengan adanya lima pimpinaan yang bergilir maka jumlahnya menjadi 35 orang.
Achsanul Qosasih (F-PD) mengatakan kalau kita merujuk pada hasil angket yang lalu, ada 3 rekomendasi tugas tim pengawas, pertama masalah hukum, aliran dana, dan ketiga pemulihan dan pengembalian aset. "Kalau dilihat dari point ke tiga, yaitu pengembalian aset dari robert tantular yang dialihkan itu, pengembalian aset sampai desember 2012 dan kalau kita concern maka jangka waktu tim pengawas itu 2 tahun," paparnya.
Menanggapi pernyataan para anggota dewan, Priyo Budi Santoso mengatakan, menurutnya jangka waktu pengawasan tim tidak dibatasi waktu baik sehari, 6 bulan, maupun 2 tahun. “Waktu 2 tahun itu masuk akal tetapi tatib tidak membatasi waktu tim berbeda dengan masa pansus yang hanya 2 bulan,”tandasnya.
Ia menambahkan masalah kepemimpinan secara bergiliran dikarenakan keinginan bersama untuk tetap kompak dan merupakan bagian demokratisasi. "Kadang Demokrasi itu berbeda, untuk mengakomodir hal tersebut maka kita lakukan secara bergilir agar tidak mengurangi esensi tata tertib, karena pada saat salah satu pimpinan memimpin, maka yang lainnya off," katanya. (si)foto:doeh/parle/DS