Kontrak Karya Itu Masa Lalu
20-02-2017 /
KOMISI VII
Keistimewaan luar biasa yang diperoleh PT. Freeport Indonesia sejak tahun 1967 hingga hari ini sudah harus dihentikan. Ini saatnya kita sebagai bangsa memikirkan Rakyat kita sendiri, memikirkan setiap jengkal tanah republik untuk lebih bermanfaat bagi bangsa dan negara. Hari ini, Kontrak Karya adalah sejarah masa lalu yang hanya pantas dikenang tanpa perlu dilanjutkan.
Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi VII DPR RI Adian Napitupulu dalam rilisnya yang disampaikan kepada Parlementaria, Minggu (19/02/2017).
"Keberanian dan konsistensi pemerintah untuk tegas menegakan amanat undang-undang dengan bertahan pada divestasi saham 51%, perubahan KK menjadi IUPK, meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dalam proses produksi, membangun smelter, PPH Badan, PPN, dan bernegosiasi dengan investor dalam batas wajar yang saling menguntungkan akan menunjukan siapa sesungguhnya yang menjadi tuan atas seluruh sumber daya alam. Siapa yang sesungguhnya berdaulat di bawah tanah, di atas tanah bahkan udara Indonesia," papar Adian.
Ia menegaskan, Indonesia tidak menolak investor asing, tidak anti pada investor asing. "Cina mau investasi silahkan, Jepang mau juga boleh, Belanda suka ya tidak apa apa, syarat Investasi yang Indonesia harapkan tidak berlebihan, tidak tamak, tidak rakus," tandasnya.
Yang Indonesia harapkan, lanjut politisi PDI Perjuangan ini, adalah hal yang sama yang diharapkan oleh semua bangsa, semua manusia diberbagai belahan dunia, yaitu berbagi dengan adil. Tidak lebih.
Ia menambahkan, jika Freeport tidak mau bersikap adil setelah 48 tahun mendapatkan keistimewaan yang menguntungkan maka tidaklah salah jika sekarang pemerintah bersikap tegas.
"Sikap pemerintah hari ini adalah keputusan Indonesia untuk berhenti menunduk, berhenti mengangguk", tandasnya.
Menurut Adian, pilihan Freeport saat ini hanya dua, Pertama, patuh dan menghormati UU Minerba 04/2009 yang dibuat bersama Pemerintah dan DPR, menghormati dan patuh pada segala peraturan lainnya dibawah UU seperti PP 01 tahun 2017 yang dibuat Presiden Republik Indonesia. "Jika Freeport keberatan, ya silahkan pilih pilihan yg kedua yaitu segeralah berkemas dan cari tambang emas di negara lain," imbuhnya.
48 tahun lalu, lanjutnya, benar bahwa Indonesia belum memiliki Sumber Daya Manusia yg mampu mengelola tambang emas besar dengan teknologi yang rumit. "Tapi hari ini Indonesia punya puluhan ribu orang pintar, sejumlah BUMN tambang, puluhan pengusaha tambang yang memahami teknologi, berkemampuan dan memiliki asset finansial kuat," ungkapnya.
Dijelaskan Adian, kesalahan terbesar Freeport adalah ketika ia menganggap remeh Indonesia, menganggap bisa menggertak Indonesia dengan beragam cara-cara kuno, cara cara usang, cara cara zaman kolonial devide et impera.
"Indonesia tidak takut pada Freeport, temannya Freeport, tetangga Freeport, saudaranya Freeport atau siapapun di belakang Freeport. Karena kalaupun Indonesia harus takut maka Indonesia hanya takut jika rakyat tidak menjadi sejahtera, kalaupun Indonesia harus takut maka Indonesia hanya akan takut jika mewarisi lingkungan yang rusak pada anak cucu, Indonesia hanya takut ketika Indonesia tidak menjadi negara yg berdaulat atas seluruh sumber daya alamnya," mantapnya. (sc) Foto: Naefuroji/od.