Komisi VII Desak Pemerintah Tegas Soal PLTN
Komisi VII mendesak Pemerintah tegas dalam upaya mewujudkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. “Setiap kebijakan pasti ada yang pro dan kontra. Tapi pemerintah harus tegas, terlebih jika kebijakan itu menyangkut kemaslahatan hajat hidup orang banyak,” tukas Anggota Komisi VII Sutan Bhatoegana (Fraksi PD) dalam rapat kerja Komisi dengan Menristek di Gedung Nusantara I, Jakarta, Senin (17/5/2010)
Raker tersebut dipimpin Wakil Ketua Komisi VII Zainudin Amali (Fraksi Golkar) juga dihadiri Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) serta Dewan Riset Nasional (DRN)
Sutan mengingatkan, seharusnya tahun 2016 Indonesia sudah mempunyai pembangkit listrik tenaga nuklir, namun belum terlihat keseriusan dari Pemerintah. Untuk itu, ia meminta Menristek dapat berperan aktif, seperti dalam hal sosialisasi dengan melibatkan LSM-LSM yang pro terhadap nuklir
Menurut Sutan, opini yang berkembang di kalangan Masyarakat harus diluruskan, terlebih Indonesia sendiri sudah mendapat pengakuan dunia soal nuklir. Karenanya ia berharap Menristek dapat lebih pro aktif dengan terlibat langsung, supaya PLTN segera diwujudkan sesuai dengan Undang-undang yang sudah ada. “Menristek harus jemput bola,” tukas Sutan
Pendapat senada dikemukakan anggota Komisi VII dari Fraksi Golkar Satya W. Yudha. Ia meminta Menristek juga mempromosikan kesiapan tehnologi yang sudah ada. Menurutnya Menristek berkewajiban untuk memberitahukan hal itu, bahkan saat sidang kabinet.
“Menristek wajib mengatakan kesiapan tehnologi kita kepada semua pihak, termasuk para investor. Kita harus meyakinkan bahwa tidak ada masalah dalam sisi keamanan. Tehnologi kita aman,’ terangnya
Tidak serius
Sementara itu, anggota Komisi VII juga dari Fraksi Golkar Bobby Adithyo Rizaldi menilai belum ada keseriusan dari pemerintah menangani masalah nuklir. Pasalnya hingga saat ini pemerintah belum membentuk institusi pelaksana pembangunan PLTN, padahal amanat UU no 10 tahun 1997, BATAN hanya dibatasi untuk mengelola nuklir non komersial.
Selain itu, lanjutnya meskipun pemerintah telah mengeluarkan Inpres no 1 tahun 2010 mengenai sosialisasi PLTN namun masih belum jelas, karena tidak dibarengi dengan alokasi anggaran, sampai saat ini belum ada penentuan tapak PLTN.
Menurut Bobby, Penentuan tapak seharusnya sudah bisa dilakukan, meski ada resistensi di Muria, tetapi beberapa Gubernur telah menyatakan kesiapannya untuk menyediakan tapak PLTN seperti di Banten dan Bangka Belitung. “Semua fakta ini menunjukkan ketidak seriusan pemerintah dalam melakukan pengembangan listrik dari nuklir pada era 2009-2014, karena apalagi yang harus ditunggu?” katanya
"Kementrian Ristek jangan terlalu banyak uji coba yang tidak jelas, beli teknologi saja, lalu sadur, gak usah malu-malu. Daripada lama untuk membuktikan kehandalan Power Plant Tenaga Surya (fotovoltaic), lebih baik seleksi saja teknologi yang sudah ada, ambil mitra yang bersedia transfer teknologi. Ini akan lebih cepat dan efektif daripada studi prototype yang gak karuan kapan selesainya (PT LEN dgn assembling panel surya yangg belum cukup, BPPT dgn listrik gedung parkir dr tenaga surya,dsb)". Tukasnya. (sw)foto:as/parle/ry