Komisi VII Diminta Perhatikan UU No.32-2009

26-05-2010 / KOMISI VII

Komisi VII diminta untuk memperhatikan keberadaan Undang-undang Nomor 32 tahun 2009, karena dinilai berpotensi menjadi kendala bagi pelaksanaan kegiatan perusahaan tambang di Indonesia.

Permintaan ini mengemuka saat Komisi VII dipimpin Wakil Ketua Komisi Achmad Farial (Fraksi PPP) rapat dengar pendapat dengan beberapa perusahaan tambang, diantaranya PT Aneka Tambang, PT Newmont Nusa Tenggara (NTT), PT Bukit Asam, PT Freeport Indonesia, PT INCO dan PT Kaltim Prima Coal (KPC) di Gedung Nusantara I DPR, Jakarta, Rabu (26/5/2010)

"Undang-undang ini memang perlu mendapatkan perhatian serius, sebab dampaknya akan menyangkut ribuan tenaga kerja yang menggantungkan hidup dari kegiatan tambang ini," kata Dirut PT INCO Tony Wenas

Tony mangaku, beberapa waktu lalu pihaknya pernah diundang oleh Kementeria ESDM terkait berbagai masalah tersebut, termasuk mengenai luas wilayah kerja, masalah izin lingkungan, namun hal itu belum menghasilkan keputusan apapun.

Berbagai permasalahan dimaksud masih akan dikaji bersama untuk mendapatkan titik temu. “konsen kami pada masalah izin lingkungan. Mungkin tujuan dari pasal ini baik, tapi yang menjadi masalah dalam implikasinya. Soalnya jika perusahaan belum mendapatkan izin lingkungan, maka izin-izin lain yang sudah ada tidak dapa diperhitungkan dan kegiatanpun dihentikan,” keluhnya

Keluhan senada disampaikan Dirut PT Antam Alwinsyah Lubis. Ia mengungkapkan, Undang-undang No.32/2009 yang dianggap jadi kendala yakni pada pasal 40 mengenai izin lingkungan, pasal 55 mengenai Dana Jaminan Lingkungan serta pada pasal 100 dan 109 mengenai sanksi pidana

“pasal 55 itu bisa menjadi dobel dengan dana jaminan lainnya, seperti dana jaminan Reklamasi maupun dana jaminan penutupan tambang,” terang Alwin

Karena itu, pihaknya berharap adanya PP dan Permen sebagai aturan pelaksanaan dapat dilaksanakan dengan baik dan jelas, sehingga tidak menjadi kendala bagi kegiatan pertambangan.

Menyikapi permintaan ini, Anggota Komisi VII Bobby Adhityo Rizaldi (Fraksi Golkar) menegaskan  bagaimanapun Undang-undang tersebut, baik UU No.32/2009, UU No.4/2009 maupun UU PPLH berpeluang untuk memperbaiki kinerja pemerintah sebagai regulator dan pihak yang berkontrak karya.

Industri pertambangan kata dia, harus mampu meyakinkan DPR dan pemerintah, bahwa mereka akan melakukan investasi eksplorasi dan meningkatkan multiplyer effect kesejahteraan masyarakat sehingga izin tersebut tetap dapat diperoleh.

Bobby menilai Industri tambang saat ini dikuasai perusahaan besar, namun dalam pelaksanaan kegiatannya sangat minim melakukan investasi dan eksplorasi, dengan alasan ketidak jelasan Undang-undang dan PP.

“Data 2007-2008 harga komoditi meningkat, kinerja keuangan perusahaan-perusahaan itu bagus, tetapi tidak ada investasi. Mereka hanya sekedar mengeluarkan biaya produksi,” tukasnya

Padahal lanjut dia, Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) yang potensial dengan sistem kontrak karya (KK), dikuasai mereka (perusahaan besar), sesungguhnya akan lebih bermanfaat bila pengusaha lokal yang melakukan penambangan. (sw)foto:do/parle/ray

BERITA TERKAIT
Impor AS Diperketat, Kemenperin Perlu Siapkan Insentif Relokasi Industri China
01-02-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Ilham Permana menyatakan dukungannya terhadap langkah Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam mengantisipasi dampak...
Perampokan Warga Ukraina Harus Jadi Momentum Perbaikan Keamanan Industri Pariwisata Bali
01-02-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Ilham Permana menyoroti kasus perampokan brutal terhadap warga Ukraina, Igor Iermakov, oleh...
Novita Hardini Dorong Penanganan Serius Terkait Kelebihan Produksi Semen
25-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini menilai sektor semen hingga kini belum sepenuhnya terintegrasi ke dalam...
Komisi VII Dorong Peningkatan Kinerja Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil
24-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi VII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil...