KOMISI IX MINTA PERMENKES NOMOR 95 TAHUN 2010 DICABUT
Komisi IX DPR meminta Menteri Kesehatan mencabut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/095/MENKES/1/2010 tentang Jaminan Kesehatan Unit Pelaksana Teknis di Daerah karena melanggar UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan bahwa pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah dengan Undang-undang.
Hal tersebut mencuat saat Rapat Kerja Komisi IX dengan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedianingsih yang dipimpin langsung Ketua Komisi IX Ribka Tjiptaning, di Gedung Nusantara I DPR, Kamis (27/5)
Rapat yang berlangsung kurang dari satu jam tanpa paparan dari menteri sebagaimana lajimnya, ketika baru dibuka oleh pimpinan rapat langsung mendapatkan pertanyaan bertubi-tubi dari sejumlah Anggota Komisi IX yang ditujukan kepada Menkes berkaitan dengan penerbitan Permenkes tersebut.
Surya Chandra Surapaty Anggota Komisi IX dari F-PDI Perjuangan menyampaikan, bahwa hasil kunjungan Panitia Kerja RUU BPJS Komisi IX ke beberapa daerah seperti Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur ditemukan bahwa Menkes telah mengeluarkan Permenkes per tanggal 27 Januari 2010.
Permenkes tersebut menyatakan terutama tentang BPJS berskala nasional ditetapkan oleh Menteri, berskala provinsi oleh Gubernur, dan berskala Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan dapat memiliki perwakilan di daerah-daerah.
Peraturan tersebut menurut Surya jelas sangat menyimpang dan melawan Keputusan MK dan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN.
“Pembentukan BPJS harus dengan Undang-undang bukan dengan Permenkes, badan penyelenggara yang dibentuk tidak independen karena terintervensi oleh Menkes, Gubernur dan Bupati/Walikota, dan badan yang sudah terbentuk tersebut tidak demokratis karena tidak melibatkan pemangku kepentingan”, papar Surya.
Surya meminta Menkes untuk mencabut Permenkes tesebut dan Menkes diminta untuk membuat konsep untuk mengintegrasikan dan mensinergikan upaya meningkatkan akses kesehatan rakyat dengan sistem SJSN.
“Keluhan masyarakat di daerah adalah karena belum meratanya pelayanan kesehatan, walaupun Undang-undang Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan Pemda wajib menyediakan fasilitas kesehatan,” katanya.
Diterangkan Surya, bahwa sebetulnya tugas Permenkes adalah mengatur sistem pelayanan kesehatan, mengatur bagaimana pelayanan kesehatan terdistribusi dengan baik keseluruh masyarakat.
Sementara Karolin Margret Natasa Anggota Komisi IX dari F-PDI Perjuangan melihat masalah ini sebagai itikad yang kurang baik dari Kementerian Kesehatan. Semestinya ada jalur-jalur komunikasi yang digunakan, agar memiliki semangat bersama untuk membangun Negara Indonesia menjadi lebih baik dapat diwujudkan.
“Kami sangat kecewa dengan temuan di lapangan, bahwa Menkes telah mengeluarkan sebuah peraturan yang jelas-jelas bertentangan dengan Undang-undang SJSN apalagi dengan RUU BPJS yang sedang dibahas di Komisi IX saat ini. Kami minta Menkes segera mengklarifikasi ,” kata Karolin.
Sedangkan Gandung Pardiman Anggota Komisi IX dari F-Golkar menyatakan bahwa Menkes belum memahami sepenuhnya tentang bagaimana makna dan harkat Undang-undang SJSN.
“Sebuah peraturan menteri bisa melanggar sebuah Undang-undang, sebaiknya dalam kaitan ini dibicarakan terlebih dahulu.” Katanya.
Ketika diminta klarifikasi Menkes menyatakan akan mencabut Permenkes tersebut dan menyatakan bahwa permenkes tersebut merupakan kesalahan dari staf Kementerian Kesehatan. Endang mengakui bahwa dirinya belum membaca dan tidak memahami UU SJSN.
Karena situasi rapat yang kurang kondusif Pimpinan Rapat Ribka Tjiptaning menyatakan Rapat Kerja tersebut ditunda dan akan dijadwalkan kemudian.
Ribka meminta Menkes, DPR jangan diminta dukungannya hanya ketika pembahasan anggaran saja, tapi ketika kebijakan DPR tidak dilibatkan.
“Saya selalu mengingatkan kepada mitra kerja komisi, bahwa kita bermitra bukan hanya sebatas di dalam ruangan ini saja. Masalah Keputusan Menteri, kita tahu itu domainnya menteri,” terang Ribka.
“Paling tidak DPR menjadi konsultatif atau diberi tahu, apalagi Komisi IX sedang semangat-semangatnya, tiba-tiba ada masalah ini. Sehingga daerah-daerah tidak menghormati DPR sama sekali,” katanya mengakhiri rapat tersebut. (sc) Foto:Iwan Armanias.