DPR Desak Pemerintah Prioritaskan Gas Domestik
Dewan Perwakilan Rakyat mendesak Pemerintah untuk memprioritaskan kebutuhan gas domestik, seperti halnya gas untuk keperluan PLN, industrti pupuk serta industri-industri strategis lainnya. Selama ini Kepedulian pemerintah terhadap kebutuhan gas di dalam negeri dirasa masih kurang bersahabat.
Desakan ini disampaikan dalam rapat gabungan dalam rapat kerja gabungan antara Komisi IV, VI dan VII dengan Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Mendag Mari Elka Pangestu, Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh, Menteri Perindustrian MS Hidayat, dan Menteri BUMN Mustafa Abubakar di Gedung Nusantara DPR, Jakarta, Rabu (16/6/2010).
Menurut Anggota Komisi VII DPR Dewi Aryani Hilman (Fraksi PDI-Perjuangan), prioritas gas untuk PT PLN (Persero) sebagai satu-satunya perusahaan pengelola listrik, dikarenakan listrik merupakan faktor fundamental dari segala aktivitas perekonomian Indonesia.
Dewi menyayangkan, presentasi Menko Perekonomian Hatta Rajasa yang menyatakan gas untuk tenaga listrik menjadi prioritas ketiga, padahal semua pihak menyadari bahwa peran PLN sangat besar
Karena itu, Dewi berharap pemerintah untuk lebih memprioritaskan alokasi gas untuk listrik PLN. "Untuk itu, saya harapkan prioritas gas untuk listrik diberikan kepada PLN," imbaunya.
Selain itu, dirinya juga mengimbau pemerintah agar melakukan evaluasi kepatuhan terhadap produsen gas di Indonesia terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk melakukan impor gas.
"Apabila punya rencana impor, Pemerintah harus lakukan evaluasi kepatuhan terhadap produsen gas di Indonesia terlebih dahulu. Jangan sampai kita makin terpuruk," tukasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartanto (Fraksi PG) mencontohkan, dari total kebutuhan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk sebesar 977 MMSCFD, ternyata hanya dialokasikan sebesar 751 MMSCFD untuk PGN. Begitupun dengan Krakatau Stell (KS) dari kebutuhan gas sebesar 200 MMSCFD hanya sekitar 63 MMSCFD yang diberikan kepada KS.
"Hal ini juga terjadi di pabrik pupuk, PLN dan industri lain. Memang nyata alokasi gas kepada dalam negeri ini sangat terbatas," jelas Airlangga
Airlangga juga menilai ada yang salah dengan kebijakan energi yang dibuat pemerintah. Di mana gas sebagai bahan bakar yang paling murah justru diekspor namun BBM yang harganya lebih mahal malah disubsidi pemerintah.
"Subsidi pemerintah malah untuk BBM, padahal sebagiannya diimpor," papar Airlangga.
Dirinya juga mengkritisi terkait alokasi kewajiban pasok gas untuk domestik (domestic market obligation/DMO) dalam UU Migas yang ditetapkan maksimal 25 persen dianggap masih kurang sehingga revisi UU Migas harus segera direalisasikan.
Pada rapat gabungan yang dipimpin Wakil Ketua DPR Pramono Anung, dalam presentasinya Menko Perekonomian Hatta Rajasa menerangkan kebijakan pemrintah mengenai pengelolaan gas nasional, pertama diprioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri dengan tetap mempertimbangkan keekonomian pengembangan lapangan.
Prioritas kedua untuk memenuhi kebutuhan setempat, bila ada kelebihan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan wilayah lainnya.
Pemanfaatan gas selanjutnya, kata dia, diperioritaskan untuk peningkatan produksi minyak dan gas bumi, sebagai bahan baku industri pupuk, sebagai penyediaan tenaga listrik serta untuk bahan bakar industri lainnya. (sw)foto:iw/parle/ry