Indonesia Darurat Merkuri

26-09-2017 / KOMISI VII

Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtar Tompo mengatakan, saat ini Indonesia adalah negara darurat merkuri. Karenanya, Indonesia harus segera mengurangi penggunaan merkuri pada kegiatan industri, termasuk pada pertambangan emas skala kecil.

 

Demikian disampaikannya dalam Konferensi Minamata perdana atau Conference of the Parties (COP-1) yang berlangsung pada 24 – 29 September 2017 di Jenewa, Swiss. Sejumlah perwakilan hadir dalam konferensi ini, untuk mempertegas dukungan pemerintah Indonesia terhadap Konvensi Minamata, antara lain: Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Hadi Mulyadi, Anggota Komisi VII DPR RI Agus Sulistiyono dan  Kurtubi bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Enerdi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kemenko Kemaritiman dan Kementerian Ekonomi.

 

“Kondisi Indonesia sangatlah krisis, karena  kerusakan akibat merkuri tidak hanya sesaat sebagaimana yang terlihat, namun masuk ke dalam peredaran darah dan merusak syaraf. Selain itu, merkuri merusak lingkungan dan kehidupan manusia,” papar Mukhtar Tompo dalam keterangan pers yang diterima Parlementaria, Selasa (26/09/2017).

 

Karena itu, bahaya merkuri sangat penting untuk diantisipasi. Mengingat, beberapa tahun terakhir, pertambangan emas skala kecil yang menggunakan merkuri semakin marak di Indonesia, seperti di Solok (Sumatera Barat), Pongkor (Jawa Barat), Sekotong (NTB), Katingan (Kalimantan Tengah), Pulau buru Maluku Utara, Palu, Mamuju dan daerah potensi emas lainnya.

 

Lebih lanjut ia menjelaskan, lingkungan yang sudah terkontaminasi Merkuri susah dinetralkan lagi, bahkan hingga puluhan tahun kemudian. Di udara, pencemaran merkuri dapat merusak saluran pernapasan, merkuri 60 – 80 persen masuk diserap tubuh melalui udara. Artinya, udara yang tercemar merkuri lebih berbahaya dibandingkan makanan atau minuman yang terkontaminasi merkuri.

 

“Upaya penertiban sudah berjalan tetapi belum efektif, contohnyai penutupan Tambang Batu Cinnabar, bahan produksi merkuri di Gunung Tembaga, Pulau Seram, Maluku. Namun, setelah tak dijaga aparat warga kembali menambang. Karenanya, diibutuhkan langkah serentak dan seirama oleh semua pihak, pemerintah daerah harus berada di garda terdepan,” tegas politisi Hanura ini.

 

Diakuinya, bahaya merkuri belum tersosialisasi dengan baik di masyarakat. Masih banyak dokter yang menggunakan Merkuri untuk membersihkan dan menambal gigi dan tak sedikit produk industri yang menggunakan material yang menggunakan bahan merkuri. Belum lagi, limbah industri mengandung banyak merkuri yang belum diolah dan menjadi bahan beracun berbahaya yang dapat merusak ekosistem laut dan meracuni manusia yang memakan kerang dan ikan.

 

“Kasus dan langkah pemerintah di Poboya Palu harus jadi contoh dalam menyelamatkan Indonesia dari genosida dampak merkuri dan sianida. Jika di Kota Palu Sulawesi Tengah, 400.000 penduduk yang dihantui ancaman merkuri dan sianida yang terpapar melalui air dan udara, bagaimana dengan warga di sekitar area pertambangan Freeport,” tandas politisi asal dapil Sulawesi Selatan I ini. (ann,sc), foto : naefurodji/hr.

BERITA TERKAIT
Program MBG Diluncurkan: Semua Diundang Berpartisipasi
06-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Gizi Nasional dijadwalkan akan meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hari ini, Senin, 6 Januari 2025....
Komisi VII: Kebijakan Penghapusan Utang 67 Ribu UMKM di Bank BUMN Perlu Hati-Hati
04-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyoroti rencana pemerintah yang akan menghapus utang 67 ribu...
Pemerintah Diminta Tingkatkan Daya Saing Produk UMKM dan Ekonomi Kreatif Indonesia
03-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini dituntut untuk menata dan...
Dina Lorenza Dukung Kenaikan PPN: Harus Tetap Lindungi Masyarakat Menengah ke Bawah
24-12-2024 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Dina Lorenza mendukung rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen...