Komisi IX DPR Selesaikan Revisi RUU Perlindungan Pekerja Migran
Setelah 10 tahun tertunda, Revisi Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN) akhirnya rampung dibahas Komisi IX DPR bersama dengan pemerintah malam tadi sekitar pukul 23.00 dan akan dibawa ke Paripurna untuk di sahkan menjadi Undang-Undang (UU) yang selanjutnya namanya menjadi UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).
“Berbagai perdebatan, beda pendapat dan saling tarik ulur kepentingan akhirnya bisa dicarikan dan menyamakan persepsi dalam memberikan perlindungan kepada pekerja migran Indonesia (TKI). RUU ini akan dibawa dalam sidang paripurna pada 25 Oktober mendatang,” ungkap Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf M Effendy di Gedung Nusantara I DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/10/2017).
Dalam kesempatan itu, Dede juga menyampaikan laporan hasil Panja kepada pihak Pemerintah. Ada tujuh isu krusial yang sempat menjadi pembahasan. Pertama, mengenai pemisahan tugas dan wewenang kementerian dan badan secara tegas, mengingat permasalahan yang selama ini ada yaitu mengenai dualisme kewenangan.
Kedua, peran pemerintah daerah. Pemda dalam memberikan perlindungan kepada pekerja migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten kota dan tingkat provinsi sejak sebelum bekerja, saat mulai bekerja hingga setelah bekerja. “Pemda berperan memberikan infomasi Job Order yang berasal dari perwakilan Indonesia di luar negeri. Pemda juga diminta melaksanakan Layanan Terpadu Satu Atap, dan memberikan pelatihan agar pekerja yang diberangkatkan adalah yang memiliki keahlian,” tutur legislator dari partai Demokrat itu.
Ketiga, mengenai Layanan Terpadu Satu Atap (LTSAP) dalam rangka perlindungan pekerja migran Indonesia. LTSAP nantinya mengurus administrasi pekerja migran bersama dengan pemerintah pusat. Keempat, pelatihan vokasi melalui balai latihan kerja. Kelima, mengenai perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia. Dalam UU ini lebih menekankan peran lebih besar kepada Pemerintah dan mengurangi peran swasta dalam penempatan perlindungan pekerja migran Indonesia.
Keenam, mengenai Jaminan Sosial pekerja migran Indonesia yang akan dialihkan kepada BPJS Ketenagarkejaan sesuai UU sistem Jaminan Sosial Nasional. Hal ini mengingat banyak persoalan klaim pekerja migran Indonesia yang mengalami kesulitan dalam proses pencairan. Terakhir, pembiayaan pekerja migran indonesia yang akan dibebankan kepada pemberi kerja melalui perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia, dalam hal ini juga akan dimasukkan sanksi pidana.
“Dalam RUU PPMI terdapat 13 BAB dan 91 pasal yang mengatur tentang perlindungan pekerja migran Indonesia. RUU ini dikawal bukan hanya oleh pemerintah, namun juga LSM, masyarakat dan bahkan para pekerja migran. Alhamdulillah semoga RUU ini akan bermanfaat banyak bagi 8 juta pekerja kita yang ada di laur negeri yang akan berangkat ke luar negeri,”jelas Dede.
Dalam kesempatan itu, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan bahwasannya pemerintah memiliki komitmen yang sangat kuat untuk mampu meningkatkan kualitas pelayanan dan perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia.
“Ini sudah menjadi komitmen dasar dari pemerintah sehingga seluruh pembenahan, baik dari segi tata kelola maupun dari sisi perlidungan terus menerus ditingkatkan dan tentunya ini selaras dengan apa yang dikehendaki oleh dewan untuk memastikan kualitas pelayanan dan perlindungan TKI menjadi lebih baik,”jelasnya.
Hadirnya UU ini, lanjut dia juga menegaskan hadirnya negara dalam memberikan perlindungan yang maksimal dan pelayanan yang terbaik untuk TKI. “Terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan kepada pimpinan komisi, anggota serta pemerintah yang telah bekerja keras menyelesaikan agenda perjuangan untuk rakyat, semoga dengan disetujui UU bisa menjadi hadiah untuk TKI dan rakyat,” tandasnya.(rnm) foto:oji/Rni