PMN untuk PT KAI Melanggar Aturan

26-10-2017 / KOMISI VI
Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo Soekartono saat diwawancarai setelah rapat paripurna, (Foto : Andri).

 

Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo Soekartono mempertanyakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yang telah diselundupi oleh Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk PT Kereta Api Indonesia (Persero). Padahal PMN kepada PT KAI sebesar tiga triliun enam ratus miliar rupiah sudah jelas-jelas ditolak pada kesimpulan rapat kerja Komisi VI dengan Menteri BUMN RI atau yang mewakili, pada 23 Oktober lalu. 

 

Bambang menjelsakan, Komisi VI yang berkewenangan membahas PMN, jika Komisi VI menolak maka proses selanjutnya tidak bisa dilanjutkan. Karena keputusan komisi berkekuatan hukum, maka seharusnya PMN kepada PT KAI tidak masuk dalam APBN 2018. 

 

"Lah tau-tau kok malah muncul lagi, di rincian postur anggaran, maka tadi kami dari Komisi VI melakukan protes dan penolakan. Karena keputusan anggaran mitra itu ditentukan, diputuskan oleh komisi. Jadi tidak boleh di komisi sudah diputuskan A di Banggar atau di Pemerintah diputuskan beda. Berarti ini melanggar undang-undang, karena yang melindungi kewenangan komisi ini adalah Undang-Undang MD3, dan juga ada Keputusan MKD, Komisi VI yang berkewajiban membahas PMN," papar Bambang saat diwawancarai sesaat setelah rapat paripurna, Rabu (25/10/2017). 

 

Menurut Bambang, Komisi VI yang diwakili oleh 10 Fraksi sudah menolak PNM untuk PT KAI, tapi anehnya ketika masuk di Banggar dan di Paripurna PMN justru masuk lagi. "Jadi ini gak benar, makanya ditolak oleh seluruh anggota yang ada di Komisi VI, yang diwakili masing-masing fraksi itu semuanya menolak. 10 farksi menolak termasuk Fraksi PDI P," ungkapnya. 

 

Menurut Bambang, Komisi VI selalu berpikiran anggaran harus bisa betul-betul bermanfaat untuk rakyat. Politisi Fraksi Partai Gerindra ini mengatakan kalau memang mau dicantumkan dalam postur APBN 2018, maka harus dibahas ulang untuk disahkan. "Selaku Komisi VI, kami menekankan untuk dicabut dulu, dan dibahas ulang. Jadi seharusnya tidak boleh menjadi undang-undang dulu, dicoret dari APBN 2018, itu melanggar undang-undang," tandas Bambang. 

 

Penolakan PMN ini sangat beralasan karena pada PMN 2015 sebesar 2 triliun rupiah belum terserap. Bambang merasa prihatin, pada kondisi perekonomian negara yang tidak baik malah justru diberikan beban untuk penyertaan modal negara. 

 

"Alasan yang kedua adalah kita ini dalam kondisi short fall, atau kesulitan anggaran pendapatan, dari sisi perpajakan dan sebagainya, sehingga utang kita pasti akan bertambah di akhir tahun ini. Bertambah kurang lebih sekitar 200 triliun," jelas Bambang. (eko/sc),

BERITA TERKAIT
Asep Wahyuwijaya Sepakat Perampingan BUMN Demi Bangun Iklim Bisnis Produktif
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana akan melakukan rasionalisasi BUMN pada tahun 2025. Salah...
147 Aset Senilai Rp3,32 T Raib, Komisi VI Segera Panggil Pimpinan ID FOOD
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan raibnya 147 aset BUMN ID Food senilai Rp3,32 triliun. Menanggapi laporan tersebut,...
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...