77 ASN di Setjen DPR RI Wajib Melaporkan Harta Kekayaan ke LHKPN
Sekretariat Jendral DPR RI mengadakan acara Bimbingan Tekhnis Tata Cara Pengisian dan Penyampain Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Lingkungan Sekretarit Jendral dan Badan Keahlian DPR RI, Jakarta, Senin (20/11). foto: Jayadi
Seiring berkembangnya jaman, kini Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berada di Kementerian/Lembaga melaporkan harta kekayaannya ke KPK RI, atau yang lebih dikenal dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Sebelumnya, pelaporan harta kekayaan yang dilakukan ASN hanya dilaporkan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian/Lembaga, yang lebih dikenal dengan Laporan Harta Kekayaan Sipil Negara (LHKSN).
Menurut Inspektur II Sekretariat Jenderal DPR RI Ignasius Bambang Rudianto ada 77 orang ASN di Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI yang diwajibkan melaporkan kekayaanya ke KPK RI, diantaranya Pejabat Eselon III yang menduduki jabatan strategis.
“Eselon I, Eselon II, Eselon III yang menduduki jabatan strategis sebagai Kepala Bagian ULP atau sebagai Bendaharawan Pengeluaran, dan Eselon IV serta Auditor, jumlahnya ada 77. Untuk pegawai di luar itu kepada Sekjen. Sekarang dibagi dua, pejabat-pejabat yang kita tentukan tadi yaitu 77 kepada KPK, sisanya kepada Sekjen,” katanya usai menjadi moderator pada acara Bimtek Irtama di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (20/11/2017).
Hadir sebagai narasumber Bimtek Pengisian LHKPN, Ketua Tim Pendaftaran Direktorat PP LHKPN KPK RI Ben Hardy Saragih. Ia menjelaskan perbedaan antara LHKSN dan LHKPN. Secara Definisi sendiri sudah berbeda yaitu, LHKSN (Laporan Harta Kekayaan Sipil Negara), dan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara). Namun yang berbeda adalah dasar dan acuannya.
Menurutnya, dasar dan acuan dari Pelaporan LHKPN adalah UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dimana, Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan, LHKSN acuannya adalah Surat Keputusan Kementerian Pendayaan Aparatur Negara (Menpan-RB).
“Kedua tujuannya yang wajib LHKSN dan LHKPN itu berbeda, pertama yang wajib dengan LHKPN sesuai dengan UU sudah dijelaskan siapa-siapa saja, kalau di Instansi di sekretariat ini khususnya itu yang wajib itu sebenarnya adalah Eselon I, Auditor dan Bendahara. Kemudian bisa diperluas lagi oleh Pimpinan Instansi sampai dengan kalau yang tadi sampaikan dengan eselon II. Tetapi kalau LHKSN sesuai dengan Surat Edaran MenpanRB itu adalah Eselon III, IV, V sampai dengan Pejabat Fungsional lainnya itu yang wajibnya,” papar Ben demikian beliau biasa disapa.
Ia melanjutkan, bahwa untuk pengelola LHKPN pastinya sesuai dengan kewenangan yang ada UU Nomor 30/2002, dimana KPK diberikan kewenangan untuk melakukan pendaftaran kemudian pemeriksaan dan pengumuman LHKPN. Sedangkan untuk LHKSN itu dikelola oleh Kemenpan-RB dan juga Inspektorat di Instansi masing-masing.
“Jadi pelaporannya itu ke Inspektorat untuk LHKSN, sedangkan pelaporan LHKPN langsung kepada KPK,” tutupnya. (ndy/sc)