Dana Riset Minim, Swasta Diminta Terlibat
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha, foto : iwan/hr
Pengembangan ilmu dan teknologi nasional di masa depan akan semakin maju jika didukung oleh riset dan penelitian yang mumpuni. Ironisnya, IPTEK dinilai belum menjadi prioritas nasional. Bahkan, dana riset di Indonesia paling kecil dibanding negara-negara ASEAN lainnya. Perlu keterlibatan swasta dalam riset dan penelitian.
Demikian diungkapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha dalam Focus Group Discussion (FGD) tentang “Hilirasasi Inovasi Hasil Riset untuk Industri & Jasa, di Pressroom DPR RI, Senayan, Jakarta, baru - baru ini.
“Dana riset kita adalah terendah di negara ASEAN. Kecilnya dana riset ini, tidak memiliki daya dorong untuk menghasilkan IPTEK mendukung Innovation Driven Economy (IDE),” ungkap Satya yang juga Ketua Dewan Pakar IKA ITS ini.
Dalam rilisnya, Satya menjelaskan dana riset Indonesia hanya 0,08 persen dari PDB. Tentu sangat kecil dibandingkan China yang mencapai 1,5 persen dan Korea Selatan 3,4 persen dari PDB. Bahkan, 80 persen dana riset dan penelitian masih bertumpu pada pembiyaan APBN.
“Kita perlu mendorong keterlibatan swasta dalam riset dan penelitian sebagai prasyarat dukungan tercapainya IDE. Berbeda dengan Korea Selatan, di mana 80 persen risetnya didanai dan dilaksanakan oleh swasta, terutama industri,” jelasnya.
Politisi dari F-Golkar ini menambahkan, riset harus menjadi penopang sektor strategis nasional. Tidak bisa bertumpu lagi hanya pada pembiayaan APBN. Idealnya, lanjutnya, swasta harus lebih banyak terlibat dalam riset.
“Dana riset kita tahun 2017 hanya Rp 24 triliun (APBN dan swasta). Bandingkan dengan Malaysia, 52 persen dana riset dari swasta. Yang, penting harus menghilangkan ego-sektoral,” imbuh politisi asal dapil Jawa Timur itu.
Sementara itu, Dirjen Penguatan Inovasi Kemenristek RI Jumain Appe yang juga menjadi pembicara FGD menyampaikan, riset dan penelitian harus menjadi basis pengembangan Iptek di masa depan dengan melibatkan semua stakeholders, termasuk swasta.
“Semua proses penelitian harus mengarah ke proses hilirisasi, harus ada implementasi dalam penelitian. Diperlukan sinkronisasi lintas sektoral mengingat posisi strategis riset yang menyentuh secara langsung setiap sektor pembangunan nasional,” papar Jumain.
Ia berharap dukungan dari Komisi VII DPR RI dalam rangka hak anggaran untuk memperbesar porsi anggaran riset dan penelitian dalam APBN. Selain itu, juga mendorong peran serta industri dalam mengembangan hilirisasi riset dan penelitian di sektor-sektor strategis nasional. (ann/sf)