Infrastruktur Energi Harus Jadi Penopang Industri Maritim

05-03-2018 / KOMISI VII
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha.Foto :Azka/Rni

 

Ancaman kelangkaan energi di masa depan yang bersumber dari bahan bakar fosil menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah. Oleh karena itu, dibutuhkan riset dan inovasi dengan melibatkan seluruh komponen (stakeholder) dalam melakukan terobosan-terobosan kebijakan untuk menopang pengembangan energi baru dan terbarukan.

 

Menurut Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha, hal yang cukup penting untuk diperhatikan adalah ketersediaan infrastruktur energi dalam rangka pengembangan konektivitas nasional. Terutama pemerataan sumber daya energi pada daerah strategis di pulau-pulau terpencil di nusantara.

 

“Konektivitas nasional menjadi penting seiring dengan program Presiden Joko Widodo untuk menggenjot potensi ekonomi di sektor maritim. Infrastruktur energi adalah salah satu penopangnya, karena itu butuh terobosan kebijakan untuk bisa mewujudkan Ketahanan Energi Nasional,” papar Satya dalam rilisnya kepada Parlementaria, Senin (5/3/2018).

 

Seperti diketahui bahwa potensi ekonomi maritim Indonesia ternyata cukup besar, yaitu mencapai 1,33 triliun USD per tahun. Dengan potensi tersebut, seharusnya Indonesia sudah menjadi negara poros maritim dengan nilai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun sayangnya, kata Satya, potensi sebesar itu masih terkendala konektivitas nasional yang belum optimal karena faktor geografis sehingga infrastruktur energi berpengaruh pada pasokan energi yang belum merata.

 

“Tanpa infrastruktur energi yang memadai dan menjangkau seluruh pelosok, maka konektivitas maritim yang dicanangkan Pemerintah akan gagal. Solusinya, membangun armada kapal pembangkit (Marine Vessel Power Plant/MVPP) yang diproduksi industri dalam negeri, karena MVPP yang ada saat ini semuanya sewa kontrak dengan Pemerintah Turki,” kata Satya.

 

Kedua, lanjut politisi F-PG itu, membangun jaringan transmisi distribusi gas nasional melalui kapal-kapal domestik pengangkut CNG dan LNG dengan melibatkan tenaga kerja lokal serta mengembangkan fleet perkapalan nasional khususnya kapal pendukung logistik untuk migas.

 

Bahkan, sebut Satya, pengembangan blok-blok migas laut dalam di wilayah timur Indonesia baik existing maupun yang akan dikembangkan, seperti ONWJ, Masela, Indonesia Deepwater Development (IDD), tersebut membutuhkan jaringan kapal logistik pendukung sebagai bagian integral dari supply chain produksi migas.

 

“Blok Masela dengan potensi yang cukup besar berada dalam posisi geografis yang terpencil dan sulit terjangkau, maka harus didukung konektivitasnya dengan kapal-kapal logistik migas agar siklus produksinya tetap berjalan lancar dan sesuai target,” pungkas politisi asal dapil Jawa Timur itu. (sf)

BERITA TERKAIT
Program MBG Diluncurkan: Semua Diundang Berpartisipasi
06-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Gizi Nasional dijadwalkan akan meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hari ini, Senin, 6 Januari 2025....
Komisi VII: Kebijakan Penghapusan Utang 67 Ribu UMKM di Bank BUMN Perlu Hati-Hati
04-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyoroti rencana pemerintah yang akan menghapus utang 67 ribu...
Pemerintah Diminta Tingkatkan Daya Saing Produk UMKM dan Ekonomi Kreatif Indonesia
03-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini dituntut untuk menata dan...
Dina Lorenza Dukung Kenaikan PPN: Harus Tetap Lindungi Masyarakat Menengah ke Bawah
24-12-2024 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Dina Lorenza mendukung rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen...