Rieke Diah Pitaloka Sarankan Proyek Milik PGN Diaudit
Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka menilai kinerja Perusahaan Gas Negara (PGN) dalam 5 tahun terakhir menurun. Menurutnya hal ini disebabkan karena adanya kenaikan biaya operasi akibat pembayaran sewa Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Lampung dan karena kesalahan strategi manajemen dalam melakukan penempatan investasi khususnya di hulu, yakni Saka Energi Indonesia.
Oleh sebab itu, Rieke menyarankan agar dilakukan audit khusus dan tinjauan lapangan atas proyek milik PGN sebelum pemerintah meneruskan lebih jauh pembentukan holding BUMN Migas tersebut. Selain itu dia mengungkapkan, adanya kesalahan strategi manajemen dalam penempatan investasi khususnya di sisi hulu oleh PT Saka Energi Indonesia, yang merupakan anak usaha PGN.
“Investasi Saka Energi dalam pembelian blok migas pada 2013-2015, sampai saat ini masih mengalami kerugian rata-rata US$50 juta dalam lima tahun terakhir,” kata Rieke dalam keterangan persnya yang diterima Parlementaria, Rabu (15/3/2018).
Politisi Fraksi PDI Perjuangan ini mengungkapkan lagi, sejak selesai dibangun tahun 2014, FSRU Lampung beroperasi tidak optimal sesuai rencana. Bahkan menurut Rieke cenderung tidak beroperasi sampai saat ini, namun tetap harus membayar sewa sebesar lebih dari US$ 90 juta. Penyebab utama masalah itu karena tidak adanya kontrak komersial dengan pelanggan khususnya PLN. Mahalnya biaya penyimpanan dan regasifikasi juga dianggap menjadi penyebab masalah.
“Ada dua hal yang menekan laba perusahaan, yakni kenaikan biaya operasi akibat pembayaran sewa fasilitas regasifikasi dan penyimpanan gas,” ujar Rieke.
Dia juga menduga terjadi mark up dalam proyek FSRU Lampung tersebut. Investasi di hulu (Saka) sampai saat ini masih mengalami kerugian. Rata-rata dalam 5 tahun lebih dari US$ 50 juta. Untuk itu, dia meminta data laporan keuangan Saka dan pembayaran sewa FSRU Lampung per tahun.
Rieke juga menyoroti pendapatan dan laba PGN yang menurun, padahal dari sisi aset mengalami kenaikan. Pada tahun 2012-2014 penambahan jaringan pipa relatif stagnan, atau hanya 91 km. Namun pertambahan aset naik secara signifikan, yaitu mencapai US$ 1,7 miliar.
“Berbeda dengan kondisi tahun 2015-2017, dimana penambahan jaringan mencapai 400 km, namun penambahan aset hanya US$ 350 juta. Penambahan kenaikan aset yang terjadi, penyebab utamanya karena di sebabkan oleh kegiatan pembelian blok migas di hulu melalui Saka Energi Indonesia di tahun 2013-2015,” analisa Rieke. (eko/sf)