Besaran Utang Luar Negeri Mengkhawatirkan

19-03-2018 / KOMISI XI

 

 

 

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hafisz Tohir mengatakan, rasio pembayaran utang negara terhadap kemampuan pemerintah sudah mengkhawatirkan. Pasalnya, saat ini besaran Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia sudah menyentuh 357,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS), atau tumbuh sebesar 10 persen dibanding tahun lalu.

 

“Kalau kita bicara APBN 2017, biaya yang paling tinggi adalah untuk infrastruktur yaitu Rp 410 triliun. Tapi jangan salah, pembayaran utang kita lebih tinggi, yakni Rp 520 triliun. Artinya APBN kita porsinya banyak sekali untuk membayar utang, ini mengkhawatirkan,” kata Hafisz usai menghadiri Seminar Nasional Kebijakan dan Koordinasi Bidang Maritim untuk Kesejahteraan Nelayan di Gedung BPK RI, Jakarta, Senin (19/3/2018). 

 

Politisi F-PAN itu melanjutkan, hal yang perlu dilakukan pemerintah untuk menekan utang luar negeri tersebut, yakni memperluas pembiayaan terhadap sektor produktif, bukan hanya memfokuskan terhadap infrastruktur semata.

 

“Saya melihat, pemerintah sudah melakukan pembangunan dari sektor produktif. Tapi kalau dikaji lebih dalam untuk produktivitasnya sampai mana, saya kira ini belum. Karena pembangunan itu bisa dikatakan produktif ketika ia bisa menambah lapangan kerja, bisa meningkatkan daya beli dan industri bisa berjalan normal dan baik,” jelasnya.

 

Hafisz juga mengatakan pembangunan tidak menyasar kepada sektor yang produktif, tidak bersifat membangkitkan industri, membangkitkan UKM yang bisa memberikan porsi pekerjaan untuk masyarakat. “Selain itu juga, yang paling penting bahwa pembangunan apapun bentuknya harus bisa menggerakkan sektor riil supaya ekonomi bisa tumbuh di atas 5 persen,” ungkapnya.

 

Politisi dapil Sumatera Selatan I ini juga menjelaskan pembangunan sektor produktif harus juga dipilah supaya setiap rupiah yang digelontorkan dapat mengentaskan kemiskinan, membuka lapangan kerja untuk rakyat.

 

“Daripada kita membangun istana pasir, lebih baik membangun ekonomi rakyat, kalau rakyat bisa belanja yakinlah serapan pajak kita lebih dari 13 persen, yang sekarang hanya 10,5 persen dari target kita 11 persen. Sedangkan IMF mengatakan porsi rasio pajak seperti negara kita harus berkisar di angkat 15-16 persen,” imbuh Hafisz.

 

Bank Indonesia (BI) mencatat ULN Indonesia pada akhir Januari 2018 meningkat 10,3 persen menjadi 357,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 4.915 triliun (kurs Rp 13.750 per dolar AS). Adapun rinciannya adalah 183,4 miliar dolar AS atau setara Rp 2.521 triliun utang pemerintah dan 174,2 miliar dolar AS atau setara Rp 2.394 triliun utang swasta. (mhr/sf)

BERITA TERKAIT
Fathi Apresiasi Keberhasilan Indonesia Bergabung dalam BRICS, Sebut Langkah Strategis untuk Perekonomian Nasional
08-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi, menyampaikan apresiasi atas pengumuman resmi yang menyatakan Indonesia sebagai anggota penuh...
Perusahaan Retail Terlanjur Pungut PPN 12 Persen, Komisi XI Rencanakan Panggil Kemenkeu
05-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menegaskan pihaknya dalam waktu dekat akan memanggil jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu)...
Edukasi Pasar Modal Sejak Dini Dapat Meningkatkan Literasi Keuangan Generasi Muda
04-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi menyambut baik usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menginginkan edukasi...
Anis Byarwati Apresiasi Program Quick Win Prabowo: Potensi Kebocoran Anggaran Harus Diminimalisasi
25-12-2024 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menyatakan apresiasi dan dukungannya terhadap komitmen Presiden Prabowo untuk menjadikan...