PEMEKARAN KABUPATEN MAUPUN PROPINSI PAPUA MENUNGGU GRAND DESAIN PEMERINTAH

02-11-2010 / KOMISI II

 

Komisi II DPR membantah jika selama ini dibelakang pemekaran sejumlah Kabupaten maupun Propinsi Papua. Pasalnya DPR RI hanya bersifat menerima masukan-masukan dari pemerintah daerah.

Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo, se.usai melakukan pertemuan dengan Gubernur Papua Barnabas Suebu dan Muspida di kantor Gubernuran Prop. Papua.

“ ini yang ingin saya  klarifikasi. DPR tidak pernah mendorong pemekaran, karena sikap DPR RI hanya menerima dari daerah.” Katanya. Kamis (28/10).

Pemekaran bukanlah hal yang tabu, sebab itu bagian dari cara untuk mempercepat pembangunan ke satu daerah, hanya saja dengan melihat hasil yang ada saat ini, maka DPR RI akan berhati-hati dalam menerima usulan pemekaran daerah, termasuk pemekaran di Propinsi papua baik pemekaran propinsi maupun kabupaten/kota.

“Perlu diketahui bahwa satu tahun ini tidak ada pemekaran di Indonesia, bahkan kami sementara sedang menunggu grand desain soal model pemekaran dari pemerintah, termasuk dari papua,” tandasnya.

Kata dia, saat ini hanya dua propinsi yang memenuhi syarat untuk dimekarkan yaakni propinsi papua dan kalimantan, karena kedua propinsi ini masih memiliki luas goegrafis yang cukup besar, hanya saja yang menjadi persoalan adalah dari segi penduduknya yang jumlahnya sedikit.

“Yang ditakutkan jangan sampai pemekaran tersebut bukan dinikmati oleh rakyat, malah dinikmati oleh birokrasi, karena anggarannya besar namun penduduknya sedikit, sehingga kesejahteraan rakyat bakal tidak terangkat,” jelasnya.

Lebih lanjut ganjar mengatakan, bahwa pihaknya sementara menunggu revisi UU No. 32 Tahun 2004 yang sedang dibuat Depdagri. Ini untuk mengendalikan pemekaran dan mengawasi proses pemekaran. Hanya saja saat ini sikap DPR RI adalah tidaak aakan asal menyetujui pemekaran wilayah, sebalinya akan berhati-hati dengan melihat berbagai sisi, terutama grand desain dari pemerintah.

“Dan tidak serta merta kami menyetujui pemekaran papua, kami minta diperhitungkan ulang, terutama dari sisi kriteria,” katanya.

Minimal ada empat hal yang harus dicermati untuk mencegah terjadinya lagi grilya politik pemekaran daerah, diantaranya adalah pemerintah perlu segera menyiapkan UU tentang grand desain penataan daerah di Indonesia. UU ini tentu harus berlandaskan kajian yang komprehensif tentang problematika negara dan problematika hubungan kekuasaan antara pusat dan daerah.

UU ini akan mengatur jumlah propinsi yang paling ideal untuk indonesia, berapa jumlah kabupaten/kota di masing-masing propinsi, daerah mana yang masih bisa dimekarkan, bagaimna syarat-syarat pemekaran yang sesuai dengan kondisi daerah dan sejalan dengan kebijakan strategi politik nasional dan sebagainya.

Yang kedua adalah harus ada regulasi yang tegas mengaturdan membatasi para pejabat dan politisi, khususnya di Kemdagri dan DPR RI sehingga tidak terlalu lunak menerima dan meloloskan usulan pemekaran. Bagi DPR RI pemekaran daerah indentik dengan bertambahnya lahan kekuasaan politik. Di samping itu, secara finansial, usulan pemekaran juga menjadi lahan yaang saangat menggiurkan.

Ketiga pemerintah harus mampu menjamin bahwa setiap warga masyarakat termasuk didaerah yang secara geografis sulit dijangkau tetap bisa mendapatkan pelayanan publik yang sangat mereka butuhkan. Kondisi umum di daerah seperti itu, masyarakat tidak pernah merasakan kehadiran negara pada yang paling konkret, khususnya pelayanan dibidang kesehatan, pendidikan, infraastruktur transportasi dan komunikasi.

Hal diatas bisa mulai dilakukan pemerintah, maka tidak perlu lagi Kepala Negara menghimbau tentang pentingnya moratium. Dan secara otomatis semua pejabat di daerah akan dipaksa untuk berbenah bagi kemajuan masyarakat di daerahnya.

"Mereka getol menuntut pemekaran. Alasan sederhana bagi pemekaran adalah kerinduan akan hadirnya pelayanan dasar yang sangat dibutuhkan masyarakat. Dan keempat pemerintah harus menjamin bahwa alokasi dana pembangunan, baik melalui APBN maupun APBD bisa ditransfer secara transparan dan akuntabel sampai ketingkat yang paling rendah secara adil dan proporsional." pungkasnya. Senin 01/11 (hr/tvp).

BERITA TERKAIT
Tunggu Arahan Presiden, Pemindahan ASN ke IKN Tidak Perlu Grasah-Grusuh
12-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Ali Ahmad menegaskan pemindahan Aparatur Sipil Negara harus tunggu arahan Presiden Prabowo...
Bahtra Banong Ingatkan Hakim MK Jaga Netralitas dalam Sengketa Pilkada Serentak
09-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, mengingatkan seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjaga netralitas...
Komisi II Siap Berkolaborasi dengan Kemendagri Susun Draf dan NA RUU Pemilu
06-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menegaskan pihaknya siap berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam...
Perlu Norma Baru untuk Antisipasi Terlalu Banyak Pasangan Capres-Cawapres
04-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyebut DPR dan pemerintah akan mengakomodasi indikator pembentukan norma baru...