Kenaikan THR dan Gaji ke-13 Bisa Genjot Pertumbuhan
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan, foto : arief/hr
Kebijakan pemerintah yang menaikkan tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 diupayakan mampu menjawab menurunnya daya beli masyarakat. Dengan kenaikan ini pada gilirannya bisa pula menggenjot pertumbuhan ekonomi riil dan meningkatkan kinerja aparatur sipil negara (ASN), pensiunan, TNI, dan Polri.
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menyampaikan hal ini saat dimintai komentarnya lewat sambungan telepon, Senin (28/5/2018). “Kenaikan THR dan gaji ke-13 yang bersamaan di tahun ini harus mampu menjawab masalah turunnya daya beli itu. Dengan begitu, kenaikan THR dan gaji ke-13 bukanlah kebijakan temporer tanpa guna, tapi bisa meenggenjot pertumbuhan ekonomi riil,” katanya.
Terkait daya beli, sepanjang kuartal I 2018, daya beli masyarakat bergerak stagnan. Hal itu terlihat dari konsumsi rumah tangga yang hanya naik 4,95 persen. Angka ini lebih tinggi ketimbang kuartal I 2017 yang tumbuh 4,94 persen, tapi lebih rendah dari kuartal I 2016 yang naik 4,97 persen. Selain konsumsi rumah tanggal, data lainnya yang menjadi indikator daya beli masyarakat adalah nilai tukar petani (NTP). Pada April 2018, NTP tercatat 101,6, turun 1,3 poin dari NTP per Januari 2018 sebesar 102,9.
Dengan kata lain, daya beli petani sejak awal tahun ini terus melorot. Lebih jauh lagi, sambung Heri, indeks keyakinan konsumen (IKK) juga turun dari 126,1 di Januari menjadi 122 di April 2018. Penurunan IKK salah satunya karena faktor ekspektasi kesempatan kerja turun, kebijakan pajak, dan kenaikan harga energi.
“Selain itu, yang tidak kalah penting adalah stabilisasi harga pada sebelum dan sesudah lebaran. Harga-harga barang terutama bahan-bahan pokok pada saat itu biasanya mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Stabilitas harga perlu dilakukan agar dampak gaji ke-13 dan kenaikan THR ASN yang jumlahnya sekitar 4,3 juta orang ini dapat signifikan mengerek daya beli masyarakat, sekaligus menjadi momentum bagi dunia usaha,” ucap politisi muda Partai Gerindra ini.
Menurut Heri, bila kenaikan THR dan gaji ke-13 tak mampu mendorong kenaikan kinerja, daya beli masyarakat dan perekonomian riil, maka lebih baik uang yang digelontorkan pemerintah sebesar Rp35,76 triliun itu digunakan untuk membayar cicilan utang yang sudah menembus angka Rp4.180 triliun. Alokasi anggaran THR dan gaji ke-13 tahun ini naik 68,9 persen dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan ini harus pula memberi dampak peningkatan kualitas kerja ASN, TNI, dan Polri.
Soal parameter peningkatan kinerja, dikatakan Heri, bisa diukur dari seberapa besar kementerian atau lembaga mengefektifkan anggaran masing-masing dalam mencapai target kerjanya masing-masing. Di Kementerian Pertanian, misalnya, kenaikana THR dan gaji ke-13 itu bisa menggenjot realisasi anggarannya yang pada April 2018 baru 11,61 persen atau turun dibanding periode yang sama sebelumnya sebesar 14,67 persen. Intinya, kenaikan ini harus jadi stimulan peningkatan kinerja.
Ditegaskan politisi dari dapil Jabar IV ini, bila kelak kenaikan THR dan gaji ke-13 tak memberi dampak signifikan terhadap perekonomian nasional, maka makin kuat dugaan bahwa kebijakan ini sangat berbau populis demi mengejar popularitas di mata rakyat pada tahun politik. Sulit untuk melepaskan kebijakan ini dengan dugaan politik baik hati Pemerintahan Jokowi di tengah makin berkurangnya apresiasi rakyat terhadap beberapa kebijakan yang merugikan wong cilik seperti kenaikan BBM, langkanya BBM jenis premium, dan naiknya harga listrik. (mh/sc)