Jaminan Sosial untuk PMI Belum Efektif
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf Macan Efendi memberikan keterangan pers terkait UU PPMI, di Menara Jamsostek, Jakarta Selatan/foto : Andri/mr
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf Macan Efendi menyampaikan, Undang-Undnag Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) yang sudah disahkan ternyata belum memiliki efek yang positif bagi para Pekerja Migran Indonesia (PMI). Hal ini disebabkan karena Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi dasar implementasinya belum berjalan.
Pernyataan tersebut dia sampaikan sesaat setelah mengikuti rapat dengan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto dan jajaran Direksi BPJS Ketenagakerjaan di Menara Jamsostek, Jakarta Selatan, Senin (03/9/2018). Dalam rapat yang dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, hadir juga Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay dan Anggota Komisi IX DPR RI Siti Masrifah.
“Pak Fahri sebagai Pimpinan DPR di sini tentunya lebih melihat dari beberapa komitmen pemerintah, terutama terkait dengan UU PPMI. Sudah lama UU ini kita buat, tapi PP belum berjalan. Sehingga ketika kita berbicara asuransi pekerja TKI, mestinya sudah ditarik dari konsorsium pada BPJS. Tapi kenyataanya di lapangan, masih belum ter-handle dengan baik,” jelas Dede.
Setelah ditelusuri melalui dialog dengan para jajaran direksi BPJS Ketenagakerjaan ternyata ada aturan pemerintah yang belum dituntaskan. “Oleh kerena itu, tentunya kita ingin tahu permasalahanya apa. Kita sudah mendengar, salah satunya ada peraturan-peraturan yang belum selesai diberikan pemerintah. Terutama Permenakernya, PP juga belum keluar,” ungkap politisi Partai Demokrat itu.
Dede juga mempertanyakan manfaat apa yang bisa didapatkan para pekerja yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Ternyata ada benturan-benturan peraturan yang hanya memperbolehkan empat manfaat saja. “Kita berpikir manfaat apa yang bisa dirasakan pekerja. Kita yang sudah bayar ingin tahu, kita dapat rumah atau tidak, terus anak kita bisa sekolah atau tidak,” selidik Dede.
Menurut politisi dapil Jawa Barat itu, ke depan harus mulai direncanakan pengembangan manfaat BPJS Ketenagakerjaan. Oleh sebab itu, diperlukan koordinasi dan harmonisasi antar lembaga guna mensingkronkan program kerja bersama.
“Jadi nanti ada rapat koordinasi tentunya, untuk melihat payung hukum mana yang memang harus perlu kita siapkan, dan yang dibuat oleh pemerintah, dan kemudian berapa lama. Karena kan ini progres bergerak cepat. Sementara kepesertaannya bergerak lambat, beda dengan saudara kembarnya BPJS Kesehatan yang sudah 190 juta peserta,” tutur Dede. (eko/sf)