Terhadap Kasus Lagoi BPN DIMINTA BERPIHAK PADA RAKYAT
06-03-2009 /
KOMISI II
Komisi II DPR RI meminta kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Kepulauan Riau untuk betul-betul membela rakyat dan mendahulukan kepentingan rakyat dalam menyelesaikan sengketa lahan kawasan wisata Lagoi, Pulau Bintan.
Demikian dikatakan Ketua Komisi II E.E. Mangindaan (Fraksi Partai Demokrat) saat pertemuan dengan Kepala Kantor Wilayah BPN dan Kepala Kantor BPN se Provinsi Kepulauan Riau. Kamis malam (5/3) di Tanjung Pinang.
Mangindaan mengatakan, terhadap kasus ini masyarakat telah beberapa kali datang ke Komisi II DPR untuk meminta penyelesaian kasus tersebut. Dan belum lama ini, tepatnya 2 Maret yang lalu, kasus Lagoi ini dinyatakan selesai dan kasusnya sudah ditutup.
Dalam kasus ini, Komisi II DPR menjadi penengah atau memediasi sengketa lahan antara masyarakat dengan pengelola kawasan wisata Lagoi. Sementara Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau sebagai fasilitator.
Komisi II memediasi kasus sengketa lahan yang sudah diganti rugi, namun untuk yang belum diganti rugi diharapkan berhubungan langsung dengan perusahaan, tidak perlu dimediasi Komisi II.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, namun tidak ada titik temu. Perusahaan tidak bersedia menambah ganti rugi, dan hanya menjanjikan akan memberikan fasilitas pengobatan gratis, bea siswa dan bantuan-bantuan sosial lainnya.
Senada dengan itu anggota Komisi II dari Fraksi Partai Golkar Andiwahab Datuk Majokayo mengatakan, kasus Lagoi ini permasalahannya adalah ketidaksepakatan keinginan masyarakat dengan perusahaan. “Jadi kalau sudah dimediasi masih juga belum ada titik temu sebaiknya dibawa saja ke pengadilan,†katanya. Kecuali jika daerah masih bisa memberikan bentuk fasilitas lain atau memoderatori dengan perusahaan.
Sementara H. Muhammad Yus dari F-PPP menyangsikan kasus Lagoi ini akan dapat diselesaikan. Menurut Yus, jika tidak dapat diselesaikan dikhawatirkan akan menjadi problem nasional.
Yus mengingatkan, janganlah kita membuat sebuah lokasi wisata yang menjadikan sebuah kawasan yang indah, namun di sisi lain akan menyimpan berbagai masalah.
Kakanwil BPN Provinsi Kepulauan Riau Isdi Priyono mengatakan, status tanah Lagoi itu adalah tanah negara bukan tanah adat. Seharusnya masyarakat sendiri sudah mengetahui bahwa itu tanah negara dan masyarakat hanya ada penguasaan lokasi (HPL).
Isdi menambahkan, BPN tidak bermaksud untuk tidak membela rakyat terhadap kasus lahan Lagoi ini. BPN telah berusaha memediasi untuk dapat menyelesaikan sebaik-baiknya.
Sebelumnya, warga 10 desa di Kabupaten Bintan menuntut pembebasan lahan agar ditinjau kembali. Dalam hal ini, Ketua Yayasan Tragedi Lagoi Ignatius Toka Tolly mengatakan, pada 1992 tanah dibebaskan secara sepihak oleh perusahaan dengan ganti rugi Rp 100 ribu per meter persegi. Dalam pembebasan itu warga mengaku diteror.
Lahan yang dibangun pemerintah dalam kawasan wisata terpadu Lagoi itu dimiliki 20.000 orang di 10 desa di Kabupaten Bintan.
Kesepepuluh desa itu adalah Lobam Darat, Lobnam Laut, Busung, Sebong Prei, sebong Lagoi, Ekang Anculai, Senggiling, Pemudang, Tanjung Berakit dan Malangprapat. (tt)