Pernyataan Mendag Kembali Dikritik

14-01-2019 / KOMISI II
Anggota Komisi II DPR RI Firman Soebagyo.Foto :Arief/rni

 

 

Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita kembali dikritik legislator DPR RI. Kali ini oleh Anggota Komisi II DPR RI Firman Soebagyo, lantaran Mendag dinilai tidak bersikap negarawan. Pasalnya, Mendag sempat melontarkan pernyataan bahwa garam lokal bila digunakan untuk kebutuhan alat infus rumah sakit, bisa berbusa dan menyebabkan kematian pada pasien.

 

Kali ini, dia kembali menyatakan, bahwa gula lokal tidak bisa digunakan sebagai bahan campuran dodol. Dodol yang menggunakan gula lokal akan menimbulkan jamuran. Ini pernyataan kontroversial tanpa dasar yang jelas. “Sebagai pejabat pemerintah harusnya melindungi dan mendukung kreatifitas masyarakat petani dan industri, khususnya UKM. Dia malah melemahkan dan tidak memberi dukungan kepada petani tebu, garam, dan UKM,” nilai Firman dalam rilisnya kepada Parlementaria, Senin (14/1/20219).

 

Legislator Partai Golkar ini menyesalkan sikap Mendag yang dahulunya adalah salah satu mantan pimpinan Komisi IV DPR RI. Di balik pernyataan Mendag itu, Firman melihat, ada upaya untuk mencari pembenaran atas kebijakan impor sejumlah komiditi. “Pernyataan Mendag itu sekali lagi seperti pedagang yang hanya bicara untung rugi. Yang diuntungkan justru para mafia importir dan menari-nari di atas kesengsaraan rakyat,” kritik Firman yang juga pernah menjabat Wakil Ketua Komisi IV DPR RI itu.

 

Firman sosok yang sangat peduli pada kehidupan para pentani ini, menyesalkan pernyataan Mendag akhir-akhir ini yang cenderung membunuh karakter para petani di Tanah Air. Mantan Pimpinan Badan Legislasi DPR RI ini menyangkal pernyataan Mendag bahwa tidak semua dodol yang menggunakan bahan baku gula dalam negeri jamuran. Justru jenang Kudus tidak pernah menggunakan row sugar. “Dodol Kudus itu selalu menggunakan gula lokal produksi pabrik gula di Kabupaten Pati,” tandasnya.

 

Ia menyerukan kepada Mendag agar berhati-hati membuat pernyataan. Ditambahkannya, pada setiap rezim, komonditas pangan selalu jadi mainan mafia pangan dan para importir. Saat ini justru pemerintah harus memperbaiki pruduk industri dalam negeri, bukan justru membunuh semangat petani. Firman lalu merilis data terakhir gula di dalam negeri. Pada awal 2018 stok awal plus impor dan produksi hasil giling mencapai 7,457 ton. Sementara untuk kebutuhan konsumsi dan industri makanan dan minuman mencapai 5,4 juta ton.

 

Kini, di awal tahun 2019 stoknya mencapai 7,457 ton dipotong kebutuhan di dalam negeri 5,400 ton. Jadi, masih ada sisa 2,057 ton. “Di tahun politik ini, para pejabat negara sebaiknya jangan asal membuat pernyataan yang tidak populer. Saya sangat kecewa dengan pernyataan Mendag yang justru akan merugikan posisi Presiden Jokowi sendiri,” tutup legislator dapil Jawa Tengah itu. (mh/sf)

BERITA TERKAIT
Bahtra Banong Ingatkan Hakim MK Jaga Netralitas dalam Sengketa Pilkada Serentak
09-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, mengingatkan seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjaga netralitas...
Komisi II Siap Berkolaborasi dengan Kemendagri Susun Draf dan NA RUU Pemilu
06-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menegaskan pihaknya siap berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam...
Perlu Norma Baru untuk Antisipasi Terlalu Banyak Pasangan Capres-Cawapres
04-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyebut DPR dan pemerintah akan mengakomodasi indikator pembentukan norma baru...
Putusan MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden Jadi Bahan Revisi UU Pemilu
03-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang...