PEMERINTAH TIDAK SERIUS LAKUKAN LANGKAH FUNDAMENTAL DI PERKERETAAPIAN

24-01-2011 / KOMISI V

            Komisi V DPR RI beranggapan Pemerintah tidak serius untuk melakukan langkah-langkah yang fundamental guna melakukan perbaikan-perbaikan di sektor transportasi khususnya di tubuh perkeretaapian.

Pernyataan ini disampaikan Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Abdul Hakim saat rapat dengar pendapat umum dengan Pengamat Perkeretaapian dan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Senin (24/1) yang dipimpin Wakil Ketua Komisi V Muhidin M. Said (Fraksi Partai Golkar).  

Hakim mengatakan, dia tidak sependapat dengan apa yang disampaikan Pengamat Perkeretaapian Suyono Dikun untuk membentuk forum komunikasi guna mengatasi permasalahan perkeretaapian. Karena menurutnya, sesungguhnya peran itu harus dilakukan Pemerintah dan tidak perlu adanya forum.

            Apalagi, katanya, secara konseptual, landasan hukum dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian telah memandu dengan rinci, tegas dan clear apa yang perlu dilakukan oleh pemerintah.

            Hakim berpandangan, selama tidak ada kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah untuk menindaklanjuti UU 23/2007, apapun yang dirumuskan tidak akan pernah ada gunanya, termasuk membentuk forum komunikasi.

            Dia menambahkan, permasalahan perkeretaapian nasional, tidak bisa juga hanya diatasi oleh Kementerian Perhubungan saja, tetapi juga terkait langsung dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN. Misalnya, terkait dengan audit asset PT KAI secara komprehensif.

            Oleh karena itu, Panja Perkeretaapian yang dibentuk Oktober 2010 lalu, harus bisa menemukan sebuah solusi agar Pemerintah dapat bekerja dengan efektif. “Saya lihat  Pemerintah tidak efektif bekerja, tidak pernah secara serius ada pertemuan tiga menteri ini antara Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan dan Menteri BUMN, saya tidak yakin mereka bertiga bersama duduk satu meja membahas persoalan ini,” katanya.

            Dalam UU Perkeretaapian telah diamanatkan secara tegas seperti apa bentuk kelembagaannya, dan UU juga memberikan alternatif badan penyelenggara sarana maupun prasarana sebaiknya dipisahkan. UU telah memberikan petunjuk, tetapi hal ini tidak dilakukan oleh pemerintah.

            Rapat pagi itu yang mengundang Pengamat Perkeretaapian Suyono Dikun dan Harris Fabillah serta MTI memang ingin mendapatkan berbagai masukan sehubungan dengan manajemen penyelenggaraan Perkeretaapian Indonesia ke depan.

            Dalam  kesempatan tersebut, Pengamat Perkeretaapian yang sekaligus sebagai Tim Teknis Revitalisasi Perkeretaapian Nasional Suyono Dikun mengatakan, saat ini kereta ppi hampir-hampir tidak mempunyai korelasi positif dengan perekonomian nasional.

            Selama beberapa dekade di bawah monopoli negara, kereta api lebih dikonsentrasikan pada sektor pelayanan publik yang mendapat tugas pemerintah untuk angkutan penumpang dengan subsidi.

            Kereta api beroperasi sebagai kendaraan rakyat yang murah, cepat dan menjadi tulang punggung angkutan jarak jauh,. Karena tarifnya mendapat subsidi, maka kereta api bekerja tanpa mempunyai target keuntungan, bahkan seringkali merugi karena banyak penumpang tidak membeli tiket atau banyak terjadi kebocoran operasional di lapangan.

            Selain itu, peran kereta api sangat tidak berarti dalam angkutan barang, logistik dan distribusi nasional memperlihatkan dominasi sektor jalan dan inferioritas sektor kereta api dalam mobilitas perekonomian nasional dibandingkan dengan sektor jalan.

            Hampir 90 persen angkutan jalan terlalu mendominasi angkutan barang dan penumpang, padahal jaringan jalan nasional, khususnya jalan provinsi dan jalan kabupaten tidak selalu dalam keadaan baik. Sementara, katanya, angkutan jalan ini termasuk berbiaya tinggi.      

            Untuk mengatasi permasalahan tersebut menurut Suyono, perlu adanya Politik Kereta Api, suatu sikap politik yang sangat lugas di tingkat makro dalam waktu 20 tahun ke depan membangun dan memodernisasi perkeretaapian Indonesia. Politik ini, katanya, membangun “The Railway Mainstream”.

            Selain itu, juga perlu diikuti dengan politik anggaran dimana ada peningkatan yang signifikan dari anggaran pembangunan APBN untuk membangun sarana dan prasarana perkeretapian.

            Konsekuensinya adalah perkuatan kelembagaan perencanaan untuk mengelola peningkatan anggaran APBN kereta api dan kelembagaan khusus investasi swasta untuk secara lebih cepat menarik investasi swasta masuk ke dalam proyek-proyek strategis perkeretaapian masa depan, seperti KA barang Jawa, KA Perkotaan, KA Batubara, KA Cepat Jawa dan lain-lain.

            “Hanya dengan determinasi dan politik KA yang kuat Indonesia bisa membangun proyek-proyek skala besar KA. Reformasi setengah hati dan berperilaku seperti apa adanya saat ini tidak akan menghasilkan apa-apa,” katanya.

            Sementara itu, Pengamat Perkeretapian Harris Fabillah mengatakan, PT KAI harus sesegera mungkin mengkonsentrasikan diri memperbaharui armada, terutama lokomotif, yang saat ini lebih dari 75 persen sudah berusia di atas 25-30 tahun. Sehingga, katanya, baik teknis maupun ekonomis, sudah tidak layak dioperasikan, baik dari segi efisien maupun kelaikan dan keselamatan pengoperasian

            Sedangkan Pemerintah, selayaknya memusatkan seluruh sumber dayanya untuk melakukan rehabilitasi, memelihara dan meningkatkan kemampuan serta mengoperasikan fasilitas prasarana perkeretaapian.

            Pengaturan dan perwujudan tanggung jawab tersebut, merupakan bagian dari makna pelaksanaan peraturan perundangan perkeretaapian yang saat ini berlaku. (tt)/foto:iw/parle.

BERITA TERKAIT
Komisi V Tinjau Pelayanan dan Sarana di Pelabuhan Tanjung Priok
03-02-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi V DPR RI meninjau sarana prasarana serta pelayanan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dalam rangka menjalankan...
Waktu Tempuh KRL Kian Singkat, Komisi V Tekankan Aspek Keselamatan dan Kenyamanan Penumpang
02-02-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Waktu tempuh KRL commuter line bakal terpangkas 5-9 menit seiring diterapkannya Grafik Perjalanan Kereta Api (GAPEKA) baru...
Libur Panjang, Pemerintah Harus Tindak Tegas Pengemudi Truk Lakukan Praktik ODOL
28-01-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Sudjatmiko menyoroti praktik pengemudi truk logistik yang kelebihan dimensi dan muatan atau...
Perlu Dikaji, Konsep WFA Potensi Kurangi Kemacetan di Mudik Lebaran dan Nyepi 2025
26-01-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda mendukung wacana bekerja dari mana saja atau work form...