KOMISI III DPR RI MENERIMA LAPORAN DUGAAN PRAKTEK MAFIA HUKUM
Hengki Sumarno dan Lini Marlianti dengan terbata-bata menyampaikan pengaduannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI di gedung DPR RI Senayan Jakarta, Selasa 25/1. Pasangan suami istri ini mengaku akhir Desember 2010, diusir oleh sekelompok preman dari rumahnya di Jalan Duri nomer 12 RT 2 RW 7, Kelurahan Duri Kepa, Kecamatan Kebun Jeruk, Jakarta Barat.
“Preman ini disuruh oleh oknum yang mengaku anggota komisi III DPR RI,” pungkas Hengki Sumarno. Kontan penjelasan ini membuat gaduh rapat yang dipimpin oleh wakil ketua Komisi III, Tjatur Sapto Edi. Ketika istri Hengki memperlihatkan foto oknum tersebut, tarikan nafas lega terdengar dari hampir seluruh peserta rapat. Foto oknum yang disebut bernama Ardi Susanto jelas bukan anggota Komisi III DPR RI.
Hengki Sumarno melanjutkan bahwa ia telah tinggal di rumahnya sejak tahun 1991. Kepemilikannya telah dibuktikan dengan sertifikat hak milik, kwitansi, pembayaran PBB setiap tahun dan seluruh surat-surat disimpannya di rumah. Namun seperti petir disiang bolong ia mendapat kabar, rumahnya masuk daftar lelang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
“Saya tidak pernah sedikitpun punya niat menjual rumah saya,” kata Lini Marlianti. Ia mengaku heran bagaimana pengadilan melakukan proses lelang yang tidak pernah dihadirinya. Akhirnya pengadilan menetapkan pemenang lelang yang berujung aksi preman yang mengusir mereka dari rumah.
Pada saat kejadian Hengki Sumarno mengaku telah melapor ke Polres Jakarta Barat dan Polda Metro Jaya. “Saya dipingpong dari Polres Jakbar disuruh ke Polda Metro, kemudian diminta kembali ke Polres,” imbuhnya. Ia mengaku hanya bisa menangis ketika melihat rumahnya akhirnya dikuasai preman suruhan, tanpa tindakan apapun dari aparat. Dihadapan anggota Komisi III DPR RI, Hengki mengaku saat ini terpaksa menumpang di rumah tetangganya.
Mafia hukum di Agam, Sumbar
Pada kesempatan yang sama Komisi III DPR RI juga menerima pengaduan dari petani Plasma KUD Manggopoh II, Kanagarian Manggopoh, Kecamatan Lubuk Basung, Kabupaten Agam Sumatera Barat. Juru bicara petani Rasudi Astir menjelaskan, tahun 2001 lahan perkebunan sawit mereka yang telah memiliki sertifikat hak milik dirampok oleh Yayasan Tanjung Manggopoh.
“ Sertifikat kami diambil, laporan sudah kami sampaikan pada instansi terkait tetapi tidak direspon dengan baik,” tambah Rasudi. Ia menjelaskan pihak Yayasan didukung oleh seorang oknum Pamen Polda Sumbar, Kompol A. Oknum polisi tersebut menurutnya memiliki kedekatan dengan aparat pengadilan, sehingga kasus mereka mandek.
Menanggapi hal ini wakil ketua Komisi III DPR RI Tjatur Sapto Edi menduga dua kasus yang dilaporkan masyarakat ini bagian dari praktek mafia hukum. “Kita harus berantas praktek semacam ini dan akan menindaklanjuti dengan mitra kerja terkait,” tekan politisi PAN yang juga ketua Panja Pemberantasan Mafia Hukum dan Perpajakan ini.
Komisi III DPR RI merespon laporan masyarakat ini dengan menghubungi pejabat terkait dari Mabes Polri melalui kontak telepon. Berbekal surat dari Komisi para pelapor diminta menghadap Kepala Divisi Propam Mabes Polri, Irjen Pol Budi Gunawan. “Masyarakat kita arahkan kepada aparat berwenang tetapi DPR akan terus mengawasi penanganan kasus ini,” ujar Panda Nababan wakil rakyat dari Fraksi PDIP. (iky)