UU Perumahan dan Pemukiman Tuntut Maksimalisasi Peran Kementerian
Pasca diberlakukannya UU Perumahan dan Pemukiman menuntut peran maksimal Kementerian Perumahan Rakyat dalam menyediakan perumahan bagi masyarakat kecil maupun menengah.
Pendapat tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi V DPR Yoseph Umar Hadi, saat diwawancarai oleh parle baru-baru ini usai kunker spesifik dari Yogya, Rabu (26/1).
Yoseph mengatakan, UU tersebut agenda besar dalam menyediakan perumahan bagi berbagai kalangan masyarakat. “Maka lembaga tersebut statusnya harus tinggi. Nah jika lembaga menjadi besar, maka UU tersebut menuntut perluasan peran Kementerian Perumahan bisa saja menjadi menteri perumahan dan kawasan permukiman. Karena saat ini, masih menteri perumahan saja. Kawasan permukiman tidak di perumahan. Kawasan perrmukiman masuk cipta karya ada di PU, ini harus disatukan menjadi satu lembaga kementerian tadi jadi menjadi besar kementerian itu,” jelasnya.
Selama ini, terang Yoseph, pemerintah tidak terlalu care (peduli) terhadap kementerian perumahan. Berdasarkan APBN anggarannya sekitar 0.4% saja untuk perumahan. “Dengan sendirinya semakin meningkatnya peran kementerian diharapkan dapat meningkatkan alokasi anggaran di APBN, pernah kita berwacana mengalokasikan anggaran 5% lah cukup. Tetapi tidak jadi diputuskan tetapi semangatnya tetap ada untuk membesarkan alokasi anggaran itu. Pendidikan saja bisa 20% masa perumahan tidak bisa lebih. Ini artinya apa, pendidikan itu sebenarnya orang sudah punya rumah. Itu dulu ‘kan baru orang bisa berpendidikan. Kalau pendidikan tidak punya rumah, tidak bisa,” tandasnya.
Persoalan selanjutnya, terang Yoseph, yaitu kendala mengenai tanah, betapa sulitnya mencari tanah untuk perumahan. Oleh karena itu pemerintah harus melakukan semacam policy land banking. Penyediaan tanah untuk pembangunan infrastruktur dalam hal ini perumahan. Sebab sulitnya mencari rumah. “Ketika pemerintah membangun untuk rakyatnya, itu tidak bisa di dalam kota karena tidak punya tanah, lalu terpaksa di luar kota. Makanya mulai sekarang, pemerintah harus mulai mempersiapkan tanah Negara yang nantinya bisa digunakan untuk masyarakat berpenghasilan rendah untuk dibangun rumah susun,” paparnya.
Dia menambahkan, perlu ada lembaga yang disebut lembaga pembiayaan, UU itu juga diatur mengenai pembiayaan. Jadi pembiayaan itu ada dua model. Pembiayaan yang sifatnya APBN yang tidak kembali artinya hibah, nanti akan diperuntukkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah untuk subsidi. “Ada juga pembiayaan yang sifatnya kredit, yang nanti dikembalikan. Itu bisa APBN bisa non APBN. Seperti tabungan perumahan, seperti lembaga non perbankan tetapi dia menyediakan finansial untuk kredit murah. Nah ini harus dilembagakan dan harus dikembangkan,” ujarnya.
Selain itu, UU ini mengamanatkan melalui keputusan menteri atau kepres untuk mewajibkan semua lembaga menyisihkan gaji atau pendapatnnya untuk tabungan perumahan. Supaya apa, supaya dia punya jaminan suatu ketika dia mendapatkan rumah, tuturnya.
Saya berharap UU ini dapat memastikan ketersediaan perumahan dan kawasan permukiman serta membantu masyarakat berpenghasilan rendah menghuni rumah layak huni.(iw/si)/foto:iw/parle.